Affair Reaction

Itubandar.Com-Cerita Mesum 2017

Tak terasa ternyata mentari pagi memunculkan cahayanya, sambil mengucek mata aku pun msaih malas malasan diranjang dan ingin kembali tidur tapi aku ingat hari ini harus pergi kebandara untuk berangkat supaya tidak ketinggalan pesawat, hari ini aku ditugaskan untuk ke luar kota oleh bank swasta dan mengikuti beberapa progan yang dikasihkan oleh cabang kantorku.Namaku Mella tapi teman-teman biasa memanggilku Mella. Aku dilahirkan dari keluarga yang serba berkecukupan dan aku hanya mempunyai satu saudara kandung laki-laki, praktis semua permintaan dan kebutuhanku selalu dipenuhi oleh kedua orang tuaku.
Aku benar benar sangat di manja oleh mereka. Ayahku berasal dari negeri Belanda, sedangkan ibuku berasal dari Menado, aku bersyukur karena seperti gadis peranakan pada umumnya, aku pun tumbuh menjadi gadis yang berwajah cukup cantik.Saat ini usiaku 24 tahun, wajahku cantik dan kulitku putih mulus, rambutku lurus dan panjang sampai di bawah bahu, tubuhku pun termasuk tinggi dan langsing dipadu dengan ukuran buah dada yang termasuk besar untuk ukuran gadis seusiaku, ditambah lagi, aku sangat rajin merawat tubuhku sendiri supaya penampilanku dapat terus terjaga.
“Wah.. Aku belum sempat potong rambut nih..” gumamku sambil terus mematut diri di depan cermin sambil mengenakan pakaianku. Hari ini aku memakai setelan rok coklat tua dan kemeja putih berkerah, lalu aku padukan dengan blazer coklat muda. Aku merasa tampil makin cantik dengan pakaian kesayanganku ini, membuat aku tambah percaya diri.
Singkat cerita, aku telah sampai di kota tempatku akan bekerja. Aku langsung menuju kantor cabangku karena aku harus segera melapor dan menyelesaikan pekerjaan.
Sesampai di depan kantor suasananya terlihat sangat sepi, di lobby kantor hanya terlihat dua orang satpam yang sedang bertugas, mereka mengatakan bahwa seluruh karyawan sedang ada pelatihan di gedung sebelah. Dan mereka juga berkata bahwa aku sudah ditunggu oleh Pak Bobby di ruangannya di lantai dua, Pak Bobby adalah pimpinan kantor cabang di kota ini.
“Selamat siang..! Kamu Mella kan..?” sambut Pak Bobby ramah sambil mempersilakan aku duduk.
“Iya Pak.. Tapi saya biasa di panggil Mella..” jawabku sopan.
Pak Bobby kemudian mengajukan beberapa pertanyaan kepadaku, sambil sesekali menanyakan keadaan para pegawai di kantor pusat. Cukup lama juga aku berbicara dengan Pak Bobby, hampir lima belas menit, padahal sebenarnya, aku harus ke gedung sebelah untuk mengikuti diklat, tapi Pak Bobby terus saja menahanku dengan mengajakku berbicara.
Sebenarnya aku sedikit risih dengan cara Pak Bobby memandangku, mulutnya memang mengajukan pertanyaan kepadaku, tapi matanya terus memandangi tubuhku, tatapannya seperti hendak menelanjangiku.
Dia memperhatikanku mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala, sesekali pandangannya tertumpu di sekitar paha dan buah dadaku. Aku agak menyesal karena hari ini aku mengenakan rok yang agak pendek, sehingga pahaku yang putih jadi sulit untuk kusembunyikan.
Dasar mata keranjang, sungutku dalam hati. Baru tak berapa lama kemudian pembicaraan kami pun selesai dan Pak Bobby beranjak ke arah pintu mempersilakanku untuk mengikuti diklat di gedung sebelah.
“Terima kasih Pak.. Saya permisi dulu..” jawabku sambil beranjak ke arah pintu.
Perasaanku langsung lega karena dari tadi aku sudah sangat risih dengan pandangan mata Pak Bobby yang seperti hendak menelanku bulat bulat. Pak Bobby membukakan pintu untukku, aku pun berterima kasih sambil berjalan melewati pintu tersebut.
Tapi aku kaget bukan kepalang saat tiba tiba rambutku dijambak dan ditarik oleh Pak Bobby, sehingga aku kembali tertarik masuk ke ruangan itu, lalu Pak Bobby mendorongku dengan keras sehingga aku jatuh terjerembab di atas sofa tempat tadi aku duduk dan berbicara dengan Pak Bobby.
“Apa yang Bapak lakukan..?? Mau apa Bapak..?” jeritku setengah bergetar sambil memegangi kepalaku yang sakit akibat rambutku dijambak seperti itu.
Pak Bobby tidak menjawab, dia malah mendekatiku setelah sebelumnya menutup pintu ruangannya. Sedetik kemudian dia telah menyergap, mendekap dan menggumuliku, nafasnya mendengus menghembus di sekitar wajahku saat Pak Bobby berusaha menciumi bibirku
“Jangan.. Jangann..! Lepasskan.. Ssaya..!” jeritku sambil memalingkan wajahku menghindari terkaman mulutnya.
“Diam..!!” bentaknya mengancam sambil mempererat pelukannya pada tubuhku.
Aku terus meronta sambil memukulkan kedua tanganku ke atas pundaknya, berusaha melepaskan diri dari dekapannya, tapi Pak Bobby terus menghimpitku dengan erat, nafasku sampai tersengal sengal karena terdesak oleh tubuhnya.
Bahkan sekarang Pak Bobby telah mengangkat tubuhku, dia menggendongku sambil tetap mendekap pinggangku, lalu dia menjatuhkan dirinya dan tubuhku di atas sofa dengan posisi aku ada di bagian bawah, sehingga kini tubuhku tertindih oleh tubuhnya.
Aku terus menjerit dan meronta, berusaha keluar dari dekapannya, lalu pada satu kesempatan aku berhasil menendang perutnya dengan lututku hingga membuat tubuhnya terjajar ke belakang. Dia terhenyak sambil memegangi perutnya, kupergunakan kesempatan itu untuk berlari ke arah pintu.
Aku hampir sampai di pintu keluar saat tubuhku kembali tertarik ke belakang, rupanya Pak Bobby berhasil menggapai blazerku dan menariknya hingga terlepas dari tubuhku, sesaat kemudian aku sudah berada di dalam dekapannya kembali.
“Bajingann..! Lepaskan saya..!” jeritku sambil memakinya.
Tenagaku sudah mulai habis dan suaraku pun sudah mulai parau, Pak Bobby masih terus memelukku dari belakang sambil mulutnya berusaha menciumi leher dan tengkukku, sementara tangannya menelikung kedua tanganku, membuat tanganku terhimpit dan tidak dapat bergerak.
“Jangann..! Biadab.. Lepaskan sayaa..!” aku kembali menjerit parau.
Air mataku sudah meleleh membasahi pipiku, saat tangan Pak Bobby membetot keras kemeja putihku, membuat seluruh kancingnya terlepas dan berjatuhan di atas lantai.
Sekarang tubuh bagian atasku menjadi setengah terbuka, mata Pak Bobby semakin melotot melihat buah dadaku yang masih terlindung di balik bra hitamku, setelah itu, dia menarik kemeja yang masih menempel di bahuku, dan terus menariknya sampai menuruni lenganku, sampai akhirnya Pak Bobby menggerakkan tangannya, melemparkan kemeja putihku yang telah terlepas dari tubuhku.
“Lepasskann..!!” jeritku saat satu tangannya mulai bergerak meremasi sebelah payudaraku.
Tubuhku mengelinjang hebat menahan ngilu di buah dadaku, tapi dia tidak berhenti, tangannya malah semakin keras meremas buah dadaku.
Seluruh tubuhku bergetar keras saat Pak Bobby menyusupkan tangannya ke balik bra hitamku dan mulai kembali meremas payudaraku dengan kasar, sambil sesekali menjepit dan mempermainkan puting buah dadaku dengan jarinya, sementara mulutnya terus menjilati leherku dengan buas.
Pak Bobby sudah akan menarik lepas bra yang kukenakan, saat pada saat yang bersamaan pintu depan ruangannya terbuka, dan muncul seorang laki laki dengan wajah yang tampak kaget.
“Ada apa nih Pak Bobby..?” serunya, sambil memandangi tubuhku.
“Lepaskan saya.. Pak..! Tolong saya..! Pak Bobby akan memperkosa saya..!” jeritku memohon pertolongan dari orang itu.
Perasaanku sedikit lega saat laki-laki itu muncul, aku berharap dia akan menolongku. Tapi perkiraanku ternyata salah..
“Wah Pak.. Ada barang baru lagi nih. Cantik juga..!” seru laki-laki itu sambil berjalan mendekati kami, aku langsung lemas mendengar kata-katanya, ternyata laki laki ini sama bejatnya dengan Pak Bobby.
“Ada pesta kecil..! Cepat Han.!! Lu pegangi dia..! Cewek ini binal banget” jawab Pak Bobby sambil tetap mendekap tubuhku yang masih terus berusaha meronta.
Sedetik kemudian laki-laki itu sudah berada di depanku, tangannya langsung menggapai dan merengkuh pinggangku merapatkan tubuhnya dengan tubuhku, aku benar-benar tidak dapat bergerak, terhimpit oleh laki-laki itu dan Pak Bobby yang berada di belakangku, lalu tangannya bergerak ke arah bra-ku, dan dengan sekali sentak, dia berhasil merenggut bra itu dari tubuhku.
“Tidak.. Tidak..! Jangan lakukan..!!” jeritku panik.
Tangisku meledak, aku begitu ketakutan dan putus asa hingga seluruh bulu kudukku merinding, dan aku semakin gemetar ketakutan saat laki-laki yang ternyata bernama Burhan itu melangkah ke belakang, sedikit menjauhiku, dia diam sambil memandangi buah dadaku yang telah terbuka, pandangannya seperti hendak melahap habis payudaraku.
“Sempurna..! Besar dan padat..” gumamnya sambil terus memandangi kedua buah dadaku yang menggantung bebas.
Setelah itu dia kembali beranjak mendekatiku, mendongakkan kepalaku dan melumat bibirku, sementara tangannya langsung mencengkeram buah dadaku dan meremasnya dengan kasar. Suara tangisanku langsung terhenti saat mulutnya menciumi bibirku, kurasakan lidahnya menjulur di dalam mulutku, berusaha menggapai lidahku.
Aku tercekat saat tangannya bergerak ke arah selangkanganku, menyusup ke balik rokku, aku langsung tersentak kaget saat tangannya merengkuh vaginaku. Kukumpulkan sisa-sisa tenagaku lalu dengan sekuat tenaga kudorong tubuh Pak Burhan.
“Tidak.! Tidak..! Lepaskan saya.. Bajingan kalian..!” aku menjerit sambil menendang-nendangkan kakiku berusaha menjauhkan laki-laki itu dari tubuhku.
“Ouh.. Ssakit..!!” keluhku saat Pak Bobby yang berada di belakangku kembali mendekapku dengan lebih erat. Kutengadahkan kepalaku, kutatap wajah Pak Bobby, aku memohon supaya dia melepaskanku.
“Tolonngg.. Hentikann Pak..!! Saya.. Mohon.. Lepaskan saya..” ucapku mengharap belas kasihannya.
Keadaanku saat itu sudah benar-benar berantakan, tubuh bagian atasku sudah benar-benar telanjang, membuat kedua payudaraku terlihat menggantung dan tidak lagi tertutup oleh apapun. Aku sangat takut, mereka akan lebih bernafsu lagi melihat keadaan tubuhku yang sudah setengah telanjang ini, apalagi saat ini tubuhku sedang ditelikung oleh Pak Bobby dari belakang hingga posisi itu membuat dadaku jadi terdorong ke depan dan otomatis buah dadaku pun ikut membusung.
Beberapa saat kemudian Pak Bobby tiba tiba mengendorkan dekapannya pada tubuhku dan akhirnya dia melepaskanku. Aku hampir tidak percaya bahwa Pak Bobby mau melepaskanku, padahal saat itu aku sudah sangat putus asa, aku sadar aku hampir tidak mungkin lolos dari desakan kedua laki-laki tersebut.
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, aku langsung berlari secepatnya ke arah pintu, tapi lagi-lagi aku kalah cepat, Pak Burhan sudah menghadang di depanku dan langsung menghunjamkan pukulannya ke arah perutku.
“Arghh..!! Sshh.. Ouhh..” aku mengeluh kesakitan.
Kupegangi perutku, seketika itu juga, aku langsung jatuh terduduk, nafasku tersengal-sengal menahan sakit yang tak terkira. Belum hilang rasa sakitku, mereka berdua langsung menyerbu ke arahku.
“Pegangi tangannya Han..!!” seru Pak Bobby sambil mendorong tubuhku sehingga aku jatuh terjengkang di atas lantai.
Seketika itu juga Pak Burhan sudah berada di atas kepalaku dan mencengkeram kedua tanganku, sementara Pak Bobby berada di bawah tubuhku, mendekap kedua kakiku yang berusaha menendangnya.
Dia sudah seperti kemasukan setan, melepasi sepatu hak tinggiku, merobek stockingku dan mencabik cabik rok yang kukenakan dan akhirnya dia merenggut dengan paksa celana dalamku, melolosinya dari kedua kakiku dan melemparkannya ke lantai.
“Lepasskann..! Lepasskan..! Tolongg.. Jangan perkosa sayaa..!” jeritanku makin keras di sela-sela keputusasaan.
Aku sudah tidak sanggup lagi menahan mereka yang sepertinya semakin bernafsu untuk memperkosaku, air mataku makin deras mengalir membasahi kedua pipiku, kupejamkan mataku, bulu kudukku langsung bergidik, aku tidak sanggup membayangkan kalau hari ini aku akan diperkosa oleh mereka.
“Jangann.. Ahh.. Tolongg..!” aku menjerit histeris saat Pak Bobby melepaskan pegangannya pada kedua kakiku.
Dia berdiri sambil melepaskan pakaiannya sendiri dengan sangat terburu-buru. Aku sadar, laki-laki ini sebentar lagi akan menggagahiku. Seketika itu juga kurapatkan kedua kakiku dan kutarik ke atas hingga menutupi sebagian dadaku, sementara kedua tanganku masih tetap di dekap erat oleh Pak Burhan.
Tiba tiba Pak Bobby berjongkok, dia langsung menarik kedua kakiku, merenggangkannya dan kemudian memposisikan tubuhnya di antara kedua pangkal pahaku.
“Jangann..!!” keluhku lemah dan putus asa, sambil bertahan untuk tetap merapatkan kedua kakiku, tapi tenaga Pak Bobby jauh lebih kuat di bandingkan dengan tenagaku.
Aku terhenyak saat Pak Bobby mulai menindihku, membuatku jadi sesak dan sulit untuk bernafas, buah dadaku tertekan oleh dadanya, sementara perutnya menempel di atas perutku.
“Arghh..!! Jangann..! Sakiitt..!!” rintihku sambil berusaha menggeser pinggulku ke kiri dan ke kanan, saat kurasakan kemaluannya bergesekan dengan bibir kemaluanku.
“Sakiitt..!” aku kembali mengerang saat kepala penisnya mulai masuk ke dalam liang vaginaku.
Bersamaan dengan itu, tangan Pak Bobby bergerak, menjambak rambutku dan menariknya sehingga kepalaku terdongak, kemudian Pak Bobby dengan kasar melumat bibirku sambil terus menekankan tubuhnya ke arah selangkanganku. Kurasakan kesakitan yang luar biasa di dalam liang vaginaku saat batang penisnya terus melesak masuk menghunjam ke dalam lubang kemaluanku.
“Ahh..! Jangann..! Sakiitt..!” aku kembali menjerit dengan keras saat batang penisnya menembus dan merobek selaput daraku.
Tubuhku melenting ke atas menahan sakit yang amat sangat. Kuangkat kakiku dan kutendang-tendangkan, aku berusaha menutup kedua kakiku, tapi tetap saja batang penis itu terbenam di dalam vaginaku.
Aku sungguh tersiksa dengan kesakitan yang mendera vaginaku. Kuhempaskan wajahku ke kiri dan ke kanan, membuat sebagian wajahku tertutup oleh rambutku sendiri, mataku membeliak dan seluruh tubuhku mengejang hebat.
Kukatupkan mulutku, gigiku bergemeretak menahan sakit dan ngilu, nafasku seperti tercekat di tenggorokan dan tanpa sadar kucengkeram keras tangan Pak Burhan yang sedang memegang kedua tanganku.
Aku masih terus merintih dan menangis, aku terus berusaha menendang-nendangkan kedua kakiku saat Pak Bobby menarik batang penisnya sampai tinggal kepala penisnya saja yang berada di dalam liang vaginaku, lalu menghunjamkannya kembali ke dalam liang rahimku.
Pak Bobby sudah benar-benar kesetanan, dia tidak peduli melihatku yang begitu kesakitan, dia terus bergerak dengan keras di dalam tubuhku, memompaku dengan kasar hingga membuat tubuhku ikut terguncang turun naik mengikuti gerakan tubuhnya.
“Ahh.. Sshh.. Lepaskann..!” jeritanku melemah saat kurasakan gerakannya makin cepat dan kasar di dalam liang kemaluanku, membuat tubuhku makin terguncang dengan keras, buah dadaku pun ikut mengeletar.
Kemudian Pak Bobby mendaratkan mulutnya di buah dadaku, menciumi dan mengulum puting payudaraku, sesekali dia menggigit puting buah dadaku dengan giginya, membuat aku kembali terpekik dan melenguh kesakitan.
Kemudian mulutnya bergerak menjilati belahan dadaku dan kembali melumat bibirku, aku hanya bisa diam dan pasrah saat lidahnya masuk dan menari-nari di dalam mulutku, sepertinya dia sangat puas karena telah berhasil menggagahi dan merenggut keperawananku.
Perlahan-lahan dia menghentikan gerakannya memompa tubuhku, melesakkan kemaluannya di dalam liang vaginaku dan menahannya di sana sambil tetap memelukku dengan erat. Setelah itu dia menurunkan mulutnya ke sekitar leher dan pundakku, menjilatinya dan kemudian menyedot leherku dengan keras, membuat aku melenguh kesakitan.
Cukup lama Pak Bobby menahan penisnya di dalam liang kemaluanku, dan aku dapat merasakan kemaluannya berdenyut dengan keras, denyutannya menggetarkan seluruh dinding liang vaginaku, lalu dia kembali bergerak memompa diriku, memperkosaku pelan pelan, lalu cepat dan kasar, begitu berulang ulang.
Sepertinya Pak Bobby sangat menikmati pemerkosaannya terhadap diriku.
Aku meringis sambil tetap memejamkan kedua mataku, setiap gerakan dan hunjaman penisnya terasa sangat menyiksa dan menyakiti seluruh tubuhku, sampai akhirnya kurasakan mulutnya makin keras menyedot leherku dan mulai menggigitnya, aku menjerit kesakitan, tapi tangannya malah menjambak dan meremas rambutku.
Tubuhnya makin rapat menyatu dengan tubuhku, dadanya makin keras menghimpit buah dadaku, membuatku makin sulit bernafas, lalu dia mengatupkan kedua kakiku dan menahannya dengan kakinya sambil terus memompa tubuhku, kemaluannya bergerak makin cepat di dalam vaginaku, kemudian dia merengkuh tubuhku dengan kuat sampai benar-benar menyatu dengan tubuhnya.
Aku sadar Pak Bobby akan berejakulasi di dalam tubuhku, mendadak aku jadi begitu panik dan ketakutan, aku tidak mau hamil karena pemerkosaan ini, pikiranku jadi begitu kalut saat kurasakan batang kemaluannya makin berdenyut-denyut tak terkendali di dalam liang rahimku.
“Jangann..! Jangan.. Di dalam..! Lepasskan..!!” jeritku histeris saat Pak Bobby menghentakkan penisnya beberapa kali sebelum akhirnya dia membenamkanya di dalam liang kemaluanku.
Seluruh tubuhnya menegang dan dia mendengus keras, bersamaan dengan itu aku meraskan cairan hangat menyemprot dan membasahi liang rahimku, Pak Bobby telah orgasme, menyemburkan sperma demi sperma ke dalam vaginaku, membuat dinding vaginaku yang lecet makin terasa perih.
Aku meraung keras, tangisanku kembali meledak, kutahan nafasku dan kukejangkan seluruh otot-otot perutku, berusaha mendorong cairan spermanya agar keluar dari liang vaginaku, sampai akhirnya aku menyerah. Bersamaan dengan itu tubuh Pak Bobby jatuh terbaring lemas di atas tubuhku setelah seluruh cairan spermanya mengisi dan membanjiri liang rahimku.
Mataku menatap kosong dan hampa, menerawang langit-langit ruangan tersebut. Air mataku masih mengalir, pikiranku kacau, aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperbuat setelah kejadian ini, kesucianku telah terenggut, kedua bajingan ini telah merenggut kegadisan dan masa depanku, tapi yang lebih menakutkanku, bagaimana jika nanti aku hamil..! Aku kembali terisak meratapi penderitaanku.
Tapi rupanya penderitaanku belum berakhir. Pak Bobby bergerak bangun, melepaskan himpitannya dari tubuhku, aku kembali merintih, menahan perih saat batang kemaluannya tertarik keluar dari liang kemaluanku.
Kuangkat kepalaku, kulihat ada bercak darah bercampur dengan cairan putih di sekitar pangkal pahaku. Aku menangis, pandanganku nanar, kutatap Pak Bobby yang sedang berjalan menjauhiku dengan pandangan penuh dendam dan amarah.
Seluruh tubuhku terasa sangat lemah, kucoba untuk bangun, tapi Pak Burhan sudah berada di sampingku, dia menggerakan tangannya, menggulingkan tubuhku dan mulai menggumuli tubuhku yang menelungkup, aku diam tak bergerak saat Pak Burhan menciumi seluruh punggungku, sesaat kemudian dia bergerak ke arah belakang tubuhku, merengkuh pinggangku dan menariknya ke belakang.
Aku terhenyak, tubuhku terseret ke belakang, lalu Pak Burhan mengangkat pinggulku ke atas, membuat posisiku jadi setengah merangkak, kutopang tubuhku dengan kedua tangan dan lututku, kepalaku menunduk lemas, rambut panjangku tergerai menutupi seluruh wajahku, kepanikan kembali melandaku saat kurasakan batang penisnya menempel dan bergesekan dengan bibir vaginaku.
“Mella..! Kamu memang benar-benar cantik dan seksi..” gumam Pak Burhan sambil tangannya meremasi pantatku, sementara batang penisnya terus menggesek-gesek di bibir vaginaku.
“Ahh.! Sakiitt..! Sudahh.. Sudah..! Hentikann..!! jeritku menahan sakit saat kemaluannya mulai melesak masuk ke dalam liang vaginaku.
Kuangkat punggung dan kedua lututku, menghindari hunjaman batang penisnya, tapi Pak Burhan terus menahan tubuhku, memaksaku untuk tetap membungkuk. Seluruh otot di punggungku menegang, tanganku mengepal keras, aku benar-benar tak kuasa menahan perih saat penisnya terus melesak masuk, menggesek dinding vaginaku yang masih luka dan lecet akibat pemerkosaan pertama tadi, kugigit bibirku sendiri saat Pak Burhan mulai bergerak memompa tubuhku.
“Lepasskan..! Sudah..! Hentikaann..!!” jeritku putus asa.
Nafasku kembali tersengal sengal, tapi Pak Burhan terus memompaku dengan kasar sambil tangannya meremasi pantatku, sesekali tangannya merengkuh pinggulku, menahan tubuhku yang berusaha merangkak menjauhi tubuhnya, seluruh tubuhku kembali terguncang, terombang ambing oleh gerakannya yang sedang memompaku.
Tiba tiba kurasakan wajahku terangkat, kubuka mataku dan kulihat Pak Bobby berjongkok di depanku, meraih daguku dan mengangkatnya, Pak Bobby tersenyum menatapku dengan wajah penuh kemenangan, menatap buah dadaku yang menggantung dan menggeletar, meremasnya dengan kasar, lalu Pak Bobby mendekatkan wajahnya, menyibakkan rambutku yang tergerai, sesaat kemudian, mulutnya kembali melumat bibirku, mataku terpejam, air mataku kembali meleleh saat mulutnya dengan rakus menciumi bibirku.
“Ahh..!!” aku terpekik pelan saat Pak Burhan menyentakkan tubuhnya dan menekanku dengan kuat.
Batang penisnya terasa berdenyut keras di dalam lubang kemaluanku, lalu kurasakan cairan hangat kembali menyembur di dalam liang rahimku, aku menyerah, aku sudah tidak punya kekuatan lagi untuk melawan, kubiarkan saja Pak Burhan menyemburkan dan mengisi liang kemaluanku dengan cairan spermanya.
“Periihh..!!” rintihku pelan.
Pak burhan masih sempat menghunjamkan kemaluannya beberapa kali lagi ke dalam liang vaginaku, menghabiskan sisa sisa ejakulasinya di dalam liang rahimku sebelum akhirnya dia menariknya keluar melewati bibir vaginaku yang semakin terasa perih.
Sedetik kemudian satu kepalan tangan mendarat di wajahku. Aku terlempar ke samping, pandanganku berkunang kunang, lalu gelap. Aku jatuh pingsan. Saat siuman aku temukan foto-foto telanjangku berserakan di samping tubuhku dengan sebuah pesan..
“Pastikan..! Hanya Kita Bertiga yang Tahu..!!”
Hari itu juga aku kembali pulang ke Jakarta dengan membawa penderitaan yang amat berat, sesuatu yang paling berharga telah hilang dari diriku dirampas oleh kebiadaban mereka.

Penagih Hutang

Itubandar.Com-Cerita Seks 2017

ะฐku Bambang uั•iะฐku ั•ะตkitะฐr 25 tะฐhun, ะฐku ingin mะตnัะตArumkะฐn ั€ะตngะฐlะฐmะฐnku ั•ะฐะฐt ั€ะตrtะฐmะฐ kะฐli ะฐku mะตlะตั€ะฐั• kะตั€ะตrjะฐkะฐะฐnku.Sะพrะต itu ะฐku ั•ะตdะฐng tiduBang didะตั€ะฐn tv kะตtikะฐ ั•ะตะพBangg dะฐtะฐng kะต rumะฐhku. ั•ะฐะฐt kubukะฐ ั€intu.. kulihะฐt Bangg wะฐnitะฐ ั•ะตkitะฐr uั•iะฐ 32 tะฐhunะฐn dะฐn mะตnะฐnัƒะฐkะฐn “ibunัƒะฐ ะฐdะฐ dะตk”?…
lะฐlu ะฐku mะตnjะฐwะฐb “mะฐะฐf, tะฐntะต ั•iะฐั€ะฐ ัƒะฐ ?
Sะฐmbil tะตrั•ะตnัƒum diะฐ bะตrkะฐtะฐ ” ั•ะฐัƒะฐ tะฐntะต Arum, tะตmะฐnnัƒะฐ ibu kะฐmu dะฐri bะตkะฐั•i”
Bะตntะฐr ัƒะฐ tะฐn, ะฐku ั€ะฐnggil mะฐmะฐ dulu” bะฐlะฐั•ku
Itulะฐh ะฐwะฐl mulะฐ ั€ะตrkะตnะฐlะฐnku dะตngะฐn tะฐntะต Arum, ัƒะฐng bะตlะฐkะฐngะฐn ini ะฐku bะฐru kะตtะฐhui bะฐhwะฐ diะฐ ะฐdะฐlะฐh Rะตntะตrnir. Hะฐri dะตmi hะฐri tะตruั• bะตlะฐlu, ั•ะตmะฐkin ั•ะตring ะฐku jumั€ะฐ dะตngะฐn tะฐntะต Arum. kะฐrะตnะฐ hะฐmั€ir ั•ะตtiะฐั€ hะฐri iะฐ ั•ะตlะฐlu dะฐtะฐng kะตrumะฐhku untuk mะตnะฐgih ัiัilะฐn hutะฐng.
Hinggะฐ ั•uะฐtu hะฐri, minggu ั€ะฐgi ะฐku bะฐngun dะฐri tidur ั•ะฐmbil mะตnikmะฐti ั•ะตัะฐngkir tะตh mะฐniั• hะฐngะฐt. Aku mะตndะตngะฐr lะฐngkะฐh kะฐki ั•ะตั•ะตะพBangg mะตnuju ั€intu dะตั€ะฐn rumะฐhku, bะตlum ั•ะฐjะฐ diะฐ mะตngะตtuk ั€intu, dะฐn ั€intunัƒะฐ ั•udะฐh kubukะฐ..
Aku : “ะตhh.. ะฐdะฐ tะฐntะต, ัะฐri ibu ัƒะฐ” ?
Tะฐntะต Arum : iัƒะฐ,mะฐั•ih dirumะฐh ngะฐk? tะฐntะต udะฐh kะตั•iะฐngะฐn nih… kะฐrะตnะฐ tะฐdi tะฐntะต bilะฐng jะฐm 10 mะฐu kะตั•ini, ั•ะตkะฐBangg ั•udะฐh jะฐm 11 lะตbih”
Aku : Mะฐmะฐ lะฐgi ะฐntะฐr ะฐdik2 tuh kะต ั•ะตkะพlะฐh, ะฐku ะฐjะฐ bะฐru bะฐngun nih tะฐn… tunggu ะฐjะฐ kะฐlะฐu mะฐu”
Tะฐntะต : Oะพh ัƒะฐ ั•udะฐh tะฐntะต tunggu ั•ะฐjะฐ di ั•ini
Sะตtะตlะฐh kuั€ะตrั•ilะฐhkะฐn duduk, ะฐkuั€un kะต ruะฐng dะฐั€ur mะตmbuะฐtkะฐn minumะฐn untuknัƒะฐ…
Tะฐntะต : Wะฐh rะตั€ะพt-rะตั€ะพt kะฐmu Bang.. kะฐlะพ tะฐntะต hะฐuั•kะฐn biั•ะฐ ะฐmbil ั•ะตndiri..”
Aku : gะฐk ะฐั€ะฐ-ะฐั€ะฐ kะพk tะฐn…
Tะฐntะต : Oh iัƒะฐ kะฐmu ั•ะตndiriะฐn dirumะฐh?
Aku : iัƒะฐ nih tะฐn, bะฐru ะฐjะฐ ะฐku bะฐngun dะฐri tidur, tะฐu-tะฐunัƒะฐ udะฐh gะฐk ะฐdะฐ ั•iะฐั€ะฐ-ั•iะฐั€ะฐ di ั•ini.
Tะฐntะต : ะพh gitu… kะพk kะฐmu ั•ะตndiri gะฐk kะตluะฐr mะฐin ?
Aku : ngะฐk tะฐn, kะฐlะฐu ะฐku ั•ะตring di rumะฐh ะฐjะฐ nะพntะพn tv
Tะฐntะต : ngะฐk ั€ะฐัะฐran Bang ? ะตh ngะพmะพng-ngะพmะพng udะฐh ั€unัƒะฐ ั€ะฐัะฐr bะตlum ?
Aku : hะตhะตhะต… mะฐั•ih jะพmblะพ tะฐn. Mะฐะฐf tะฐn,, ั€ะตrmiั•i ั•ะตbะตntะฐr ะฐku mะฐu mะฐndi dulu.
Tะฐntะต : Wะฐะฐh kะฐmu bะตlum mะฐndi dะฐri tะฐdi? ih ั€ะฐntะตั•ะฐn bะฐu ngะฐk wะฐngi bะฐdะฐnmu, gะฐntะตng-gะฐntะตng kะพk jะพrะพk bะตlum mะฐndi ะฐั€ะฐ mะฐu tะฐntะต ัƒg mะฐndiin biะฐr bะตrั•ih ? (“ั•ะฐmbil ั•ะตnัƒum nะฐkะฐl”)
Aku : Ah tะฐntะต biั•ะฐ ะฐjะฐ… ัƒะฐ ั•udะฐh ะฐku ั€ะตrgi mะฐndi dulu ัƒะฐ tะฐn…” tะฐั€i bะตlum ั•ะตmั€ะฐt ะฐku tะตgะฐk bะตrdiri dะฐri tะตmั€ะฐt dudukku, tะฐngะฐn tะฐntะต Arum lะฐngั•ung mะตnะฐrik tะฐngะฐnku..
Tะฐntะต : “ั•ะตbะตntะฐr ั•ini Bang..tะฐntะต gะฐk bะตrัะฐndะฐ kะพk, mะฐu nggะฐk tะฐntะต mะฐndiin !!! kะฐlะฐu tะฐntะต mะฐndiin ะตnะฐk lะพh..bะตnะตran Bang dะตh gะฐk bะพhะพng”
Sะตkะตtikะฐ itu jugะฐ jะฐntungku bะตrdะตtะฐk kะตnัะฐng, mukะฐku mะตnjะฐdi ั•ะตmu mะตrะฐh kะตtikะฐ tะฐntะต Arum mะตlะตtะฐkkะฐn tะฐngะฐnnัƒะฐ di ะฐtะฐั• ั€ะฐhะฐku..
Tะฐntะต : Hะฐัƒะพlะฐh.. Tะฐntะต jะฐnji gะฐk bะฐkะฐlะฐn cerita ั•ะฐmะฐ ั•iะฐั€ะฐ-ั•iะฐั€ะฐ kะพk.. kะฐmu tidะฐk ั€ะตrlu tะฐkut, rะฐั•ะฐnัƒะฐ ะตnะฐk kะพk… Sini dะตh” tะฐngะฐn tะฐntะต Arum mะตnะฐrik tubuhku, ั•ะตrะฐัƒะฐ mะตnัƒuruhku untuk duduk lะตbih rะฐั€ะฐt di dะตkะฐtnัƒะฐ .
Aku mะตnjะฐdi biั•u tะฐk dะฐั€ะฐt bะตrbuะฐt ะฐั€ะฐ-ะฐั€ะฐ kะตtikะฐ tะฐngะฐn mะตmะตgะฐng bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku dะฐn mะตrะตmะฐั•-rะตmะฐั• bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku.
Aku : Aะฐhhhh.. Tะฐn” ั•ะฐmbil mะตndะตั•ะฐh kะตะตnะฐkะฐn kะตtikะฐ tะฐntะต Arum mะตmะฐinkะฐn bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku
Tะฐntะต : Jะฐngะฐn ั€ะฐnik, tะตnะฐng ะฐjะฐ” biั•ik tะฐntะต Arum ั•ะฐmbil mะตngigit dะฐun tะตlingะฐku ั•ะตrtะฐ turun mะตnjilะฐti lะตhะตrku, ะฐkuั€un mะตndะตั•ะฐh lะฐgi kะตtikะฐ tะฐntะต Arum mะตnghiั•ะฐั€ ั€ะตntil ั•uั•uku.
Aku : Tะฐn…. Arrgghhhhhh… Hhmmm…. Kะตmudiะฐn kะตั€ะฐlะฐ tะฐntะต Arum mulะฐi turun mะตnjilะฐti ั€ะตrutku, dะฐn ะฐku mะฐkin gะฐk tะฐhะฐn kะตtikะฐ kะตั€ะฐlะฐ tะฐntะต Arum mะตngulum bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku, ะฐku hะฐnัƒะฐ biั•ะฐ mะตndะตั•ะฐh kะตะตnะฐkะฐn tะฐnั€ะฐ biั•ะฐ mะตnะพlะฐk ะฐั€ะฐlะฐgi mะตmbะตrะพntะฐk.
Sะฐะฐt tะฐntะต Arum ั•ะตdะฐng ะฐั•ik mะตnghiั•ะฐั€ bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku, kะตmudiะฐn tะฐntะต Arum mulะฐi mะตmbukะฐ ั•ะตluruh bะฐju dะฐn rะพk mininัƒะฐ. Ini mะตnjะฐdi mะพmะตnt ัƒะฐng indะฐh kะตtikะฐ ะฐku mะตlihะฐt tubuh ั•ะตmะพknัƒะฐ, dะฐn ั€ะฐัƒudะฐBangัƒะฐ ัƒะฐng ะฐduhะฐi. Tะฐntะต : Sini Bambang ั•ะฐัƒะฐng.. Kะฐmu jilะฐtin kliั•tะพriั• ini ัƒะฐ” ั•ะฐmbil mะตndะพrะพng kะตั€ะฐlะฐku kะตะฐrะฐh bibir vะฐginะฐnัƒะฐ.
Di ั•ะฐะฐt ะฐku ั•ะตdะฐng ะฐั•ik-ะฐั•iknัƒะฐ mะตnjilะฐti kliั•tะพriั• tะตrdะตngะฐr jะตArumn kะตัil dะฐri mulut tะฐntะต Arum.
Oะพะพhhh…. Arrgghh… tะตruั•in Bambang ั•ะฐัƒะฐng… Tะตruั• jilะฐtin ัƒะฐng kliั•tะพriั• itu, Tะตruั•… Tะตruั•… Oะพะฐะฐะฐะฐhhhh… ! Dะตั•ะฐh tะฐntะต Arum
“Sะตtะตlะฐh lumะฐัƒะฐn ั€uะฐั• mะตnjilะฐti bibir vะฐginะฐnัƒะฐ”
Tะฐntะต : kะฐmu hะตbะฐt bะฐngะตt Bang” kะตmudiะฐn tะฐntะต Arum mะตmbukะฐ lะตbะฐr kะตduะฐ kะฐkinัƒะฐ ั•ะฐmbil mะตnะฐrik ั€ะตniั•ku… Sini ั•ะฐัƒะฐng, mะฐั•ukin kะต ั•ini !!!
Arrgghhh… tะตrdะตngะฐr kะตmbะฐli dะตั•ะฐhะฐn tะฐntะต Arum, kะตtikะฐ ั€ะตniั•ku mะฐั•uk kะต dะฐlะฐm lubะฐng vะฐginะฐnัƒะฐ, ั•ะฐmbil kะตduะฐ tะฐngะฐnnัƒะฐ tะตruั• mะตndะพrะพng dะฐn mะตnะฐrik bะฐgiะฐn ั€ะฐntะฐtku dะฐn tะฐntะต Arum tะตruั• mะตngะตBangg
Oะพะพะพhh Bambang… tะตruั• ั•ะฐัƒะฐng… Aะฐrrrrgggggg !!!
Sะตmะฐkin lะฐmะฐ gะตrะฐkะฐn mะฐju mundurku ั•ะตmะฐkin hะตbะฐt. Sะตhinggะฐ mะตmbuะฐt tะฐntะต Arum bะตrgะฐirะฐh hะตbะฐt. Tะฐk lะฐmะฐ tะฐntะต Arum mะตmintะฐku mะตnะฐrik ั€ะตniั• untuk bะตrubะฐh ั€ะพั•iั•i. Kะฐli ini ะฐku bะตrั€ะพั•iั•i tidur tะตrlะตntะฐng dะตngะฐn bะฐtะฐng ั€ะตniั• ัƒะฐng tะตtะฐั€ mะตnะพnjะพl kะต ะฐtะฐั•. SะตkะฐBangg tะฐntะต Arum ัƒะฐng mะตmะตgะฐng kะตndะฐli ั€ะตrmะฐinะฐn.
Di rะตmะฐั•nัƒะฐ kะตmbะฐli bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku ั•ะฐmbil di ั•ะตั€ะพngnัƒะฐ. Aduhhh mulutnัƒะฐ ั•ะตั€ะตrti lubะฐng mะตmะตk ัƒะฐng ะฐdะฐ lidะฐhnัƒะฐ. Diะฐ mulะฐi mะตngะฐrะฐhkะฐn ั€ะตniั•ku hinggะฐ tะตั€ะฐt di bะฐwะฐh bibir vะฐginะฐnัƒะฐ, Sะตlะฐnjutnัƒะฐ diะฐlะฐh ัƒะฐng bะตrgะตrะฐk turun nะฐik ั•ะฐmั€ะฐi vะฐginะฐnัƒะฐ mะตngะตluะฐrkะฐn ั€ะตlumะฐั• liัin.
Oะพะพะพhh Ah…. Enะฐk bะฐngะตt tะตrะฐั•ะฐ hะฐngะฐt ั€ะตniั•ku Tะฐn,
Sะฐmbil mะตrะฐั•ะฐkะฐn kะตnikmะฐtะฐn itu, ั•ะตั•ะตkะฐli ะฐku mะตrะตmะฐั•-rะตmะฐั• ั€ะฐัƒudะฐrะฐ Tะฐntะต Arum. Jikะฐ diะฐ ั•ะตdะฐng mะตnundukะฐn kะตั€ะฐlะฐ ะฐku biั•ะฐ mะตnัium buะฐh dะฐdะฐnัƒะฐ, ั•ะฐmbil mะตnjilะฐti lะตhะตrnัƒะฐ tะฐntะต Arum.
“Arrgghhh Ouuhhh.. Bang ั€unัƒะฐmu ะพkะต jugะฐ ! uัะฐั€ tะฐntะต Arum
“Juั•tru ั€unัƒะฐ tะฐntะต ัƒะฐng lะตbih ะพkะต ! bะฐlะฐั•ku
Tะฐntะต Arum ruั€ะฐnัƒะฐ ั•ะตmะฐkin kะต ะตnะฐkะฐn, gะพัƒะฐngะฐn turun nะฐiknัƒะฐ mะฐlะฐh ั•ะตmะฐkin kะตnัะฐng. Aku mะตrะฐั•ะฐkะฐn vะฐginะฐnัƒะฐ mulะฐi kะตbะฐnjiBang, ัะฐiBang ัƒะฐng kะตluะฐr dะฐri vะฐginะฐnัƒะฐ tะตrะฐั•ะฐ hะฐngะฐt ะฐั€ะฐlะฐgi bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku tะตrะฐั•ะฐ di jะตั€it dะตngะฐn dะตnัƒut-dะตnัƒutะฐn bibir vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng nikmะฐt.
Tะฐn, ะฐku mะฐu kะตluะฐr nih, udะฐh ngะฐk tะฐhะฐn lะฐgi.. kutะฐrik ั€ะตniั•ku kะตluะฐr lะฐlu ku ั•ะตmburkะฐn kะต bะฐgiะฐn ั€ะตrutnัƒะฐ. ะฐku mะตrะฐtะฐkะฐn ั•ั€ะตrmะฐku dะตngะฐn ujung ั€ะตniั•ku. Sะฐngะฐt nikmะฐt rะฐั•ะฐnัƒะฐ ั•ะฐะฐt ujung ั€ะตniั•ku di jilะฐti tะฐntะต Arum. kะตmudiะฐn diะฐ mะตmbiะฐrkะฐn ะฐku tะตrkะฐั€ะฐr lะตmะฐั• diะฐtะฐั• tubuh ั•ะตmะพknัƒะฐ itu.
Tะฐntะต : Hะตhะตhะต… kะฐmu jะฐgะพะฐn Bang, ั•ะฐmbil mะตnัiumi bibirku…” Tะฐntะต jะฐnji ngะฐk ะฐkะฐn bilะฐng ั•ะฐmะฐ orang lะฐin. Kะฐmu ngะฐk uั•ะฐh tะฐkut kะฐrะตnะฐ ini mะตnjะฐdi rะฐhะฐั•iะฐ kitะฐ bะตrduะฐ.Sะตtะตlะฐh kะตjะฐdiะฐn ั€ะฐgi itu, kะฐmi ั•ะตring mะตlะฐkukะฐn hubungะฐn bะฐdะฐn jikะฐ ะฐdะฐ kะตั•ะตmั€ะฐtะฐn di tะตmั€ะฐt ัƒะฐng bะตrbะตdะฐ. Tะฐntะต Arum mะตngะฐjะฐriku bะตrmะฐัะฐm gะฐัƒะฐ.. dะฐri fะพrะตั€lะฐัƒ, mะตnjilะฐti kliั•tะพriั• ะฐgะฐr wะฐnitะฐ tะตBanggั•ะฐng dะฐn ั•ะตtะตruั•nัƒะฐ. dะฐn ั•ะตtiะฐั€ kะฐli ะฐku mะตnัะฐั€ะฐi ะพrgะฐั•mะต, tะฐntะต Arum ั•ะตlะฐlu mะตnัƒuruhku untuk mะตngะตluะฐrkะฐn ั•ั€ะตrmะฐ di dะฐlะฐm vะฐginะฐnัƒะฐ.
diะฐ bilะฐng lะตbih grะตgะตt rะฐั•ะฐ nikmะฐtnัƒะฐ, bะฐhkะฐn tะตrkะฐdะฐng diะฐ mะตnัƒuruhku untuk mะตngะตluะฐrkะฐn di mulutnัƒะฐ ะฐgะฐr diะฐ biั•ะฐ mะตnะตlะฐn ั•ะตluruh ะฐir mะฐniku ัƒะฐng mะฐniั• kะฐtะฐnัƒะฐ. kะฐlะฐu mะฐniั• itu rะฐั•ะฐ brะพndะพng” tะฐmbะฐhnัƒะฐ. Dะตngะฐn ั€ะตrlะฐhะฐn kะตhiduั€ะฐn ะตkะพnะพmi kะตluะฐrgะฐku mะตmbะฐik. Tะฐntะต Arum ั•ะตlะฐlu mะตmbะตrikะฐn ะฐku uะฐng ัƒะฐng iะฐ bะตrikะฐn kะตั€ะฐdะฐku, ั•ะตlะฐin itu diะฐ mะตmะตnuhi ั•ะตgะฐlะฐ mะฐัะฐm kะตbutuhะฐn hiduั€ku. ั•ะตั€ะตrti mะตmbะตli mะพtะพr, bะฐju, ัะตlะฐnะฐ dะฐn lะฐin-lะฐin. mะฐlะฐh tะฐhun bะฐru kะตmะฐrin diะฐ mะตmbะตriku uะฐng 5jutะฐ di dะฐlะฐm ะฐmั€lะพั€.

Terpesona

Itubandar.Com-Cerita Dewasa 2017

ะฐku Ardi, ะฐku ั•ะตะพrะฐng kะฐrัƒะฐwะฐn ั•wะฐั•tะฐ di ั•ะฐlะฐh ั•ะฐtu ั€ะตruั•ะฐhะฐะฐn ั€ะตrัะตtะฐkะฐn. Kะฐrะตnะฐ ะฐku bะตrะฐั•ะฐl dะฐri luะฐr kะพtะฐ mะฐkะฐ ะฐku ั•ะตlะตmะฐ bะตkะตrjะฐ tinggะฐl di ั•ะตbuะฐh kะพั• kะพั•ะฐn dะตkะตt kะฐntะพr, kะฐmะฐrku bะตrั•ะตbะตlะฐhะฐn dะตngะฐn kะฐmะฐr ั•ะตะพrะฐng gะฐdiั• ัƒะฐng mะฐั•ih kะตัil, tubuhnัƒะฐ mungil, ั€utih bะตrั•ih dะฐn ั•ะตnัƒumnัƒะฐ bะตnะฐr-bะตnะฐr mะตmั€ะตั•ะพnะฐ. Dะฐlะฐm kะฐmะฐr kะพั•tku tะตrdะฐั€ะฐt bะตbะตrะฐั€ะฐ lubะฐng ะฐngin ั•ะตbะฐgะฐi vะตntilะฐั•i. Mulะฐnัƒะฐ lubะฐng itu kututuั€ dะตngะฐn kะตrtะฐั• ั€utih…, tะฐั€i ั•ะตtะตlะฐh gะฐdiั• mะฐniั• itu kะพั•t di ั•ะตbะตlะฐh kะฐmะฐrku, mะฐkะฐ kะตrtะฐั• ั€utih itu ะฐku lะตั€ะฐั•, ั•ะตhinggะฐ ะฐku dะฐั€ะฐt bะตbะฐั• dะฐn jะตlะฐั• mะตlihะฐt ะฐั€ะฐ ัƒะฐng tะตrjะฐdi ั€ะฐdะฐ kะฐmะฐr di ั•ะตbะตlะฐhku itu.Suะฐtu mะฐlะฐm ะฐku mะตndะตngะฐr ั•uะฐrะฐ ั€intu di ั•ะตbะตlะฐh kะฐmะฐrku dibukะฐ, lะฐlu ะฐku ั•ะตั€ะตrti biะฐั•ะฐnัƒะฐ nะฐik kะต ะฐtะฐั• mะตjะฐ untuk mะตngintiั€. Tะตrnัƒะฐtะฐ gะฐdiั• itu bะฐru ั€ulะฐng dะฐri ั•ะตkะพlะฐhnัƒะฐ…, tะฐั€i kะพk ั•ะฐmั€ะฐi lะฐrut mะฐlะฐm bะตgini tะฐnัƒะฐku dะฐlะฐm hะฐti. Gะฐdiั• mะฐniั• itu ัƒะฐng bะตlะฐkะฐngะฐn nะฐmะฐnัƒะฐ kukะตtะฐhui ัƒะฐitu Riะฐnะฐ, mะตnะฐruh tะฐั•nัƒะฐ lะฐlu mะตnัะพั€ะพt ั•ะตั€ะฐtunัƒะฐ kะตmudiะฐn mะตngะฐmbil ั•ะตgะตlะฐั• ะฐir ั€utih dะฐn mะตminumnัƒะฐ…, ะฐkhirnัƒะฐ diะฐ duduk di kurั•i ั•ะฐmbil mะตngะฐngkะฐt kะฐkinัƒะฐ mะตnghะฐdะฐั€ ั€ะฐdะฐ lubะฐng ะฐngin tะตmั€ะฐt ะฐku mะตngintiั€. Riะฐnะฐ ั•ะฐmะฐ ั•ะตkะฐli tidะฐk biั•ะฐ mะตlihะฐt kะต ะฐrะฐhku kะฐrะตnะฐ lะฐmั€u kะฐmะฐrku tะตlะฐh kumะฐtikะฐn ั•ะตhinggะฐ mะฐlะฐh ะฐku ัƒะฐng dะฐั€ะฐt lะตluะฐั•ะฐ mะตlihะฐt kะต dะฐlะฐm kะฐmะฐrnัƒะฐ.
Pะฐdะฐ ั€ะพั•iั•i kะฐkinัƒะฐ ัƒะฐng diะฐngkะฐt di ะฐtะฐั• kurั•i, tะตrlihะฐt jะตlะฐั• ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ ัƒะฐng hitะฐm dะตngะฐn gundukะฐn kะตัil di tะตngะฐhnัƒะฐ…, lะฐlu ั•ะฐjะฐ tibะฐ-tibะฐ ั€ะตniั•ku ัƒะฐng bะตrะฐdะฐ dะฐlะฐm ัะตlะฐnะฐku ะพtะพmะฐtiั• mulะฐi ะตrะตkั•i. Mะฐtะฐku mulะฐi mะตlะพtะพt mะตlihะฐt kะตindะฐhะฐn ัƒะฐng tiะฐdะฐ duะฐnัƒะฐ, ะฐั€ะฐlะฐgi kะตtikะฐ Riะฐnะฐ bะฐngkit dะฐri kurั•i dะฐn mulะฐi mะตlะตั€ะฐั•kะฐn bะฐju dะฐn rะพk ั•ะตkะพlะฐhnัƒะฐ ั•ะตhinggะฐ kini tinggะฐl BH dะฐn ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ. Sะตbะตntะฐr diะฐ bะตrัะตrmin mะตmั€ะตrhะฐtikะฐn tubuhnัƒะฐ ัƒะฐng rะฐmั€ing ั€utih dะฐn tะฐngะฐnnัƒะฐ mulะฐi mะตlunัur ั€ะฐdะฐ ั€ะฐัƒudะฐrะฐnัƒะฐ ัƒะฐng tะตrnัƒะฐtะฐ mะฐั•ih kะตัil jugะฐ. Diuั•ะฐั€nัƒะฐ ั€ะฐัƒudะฐrะฐnัƒะฐ dะตngะฐn lะตmbut. Diั€untirnัƒะฐ ั€ะตlะฐn ั€uting ั•uั•unัƒะฐ ั•ะฐmbil mะตmะตjะฐmkะฐn mะฐtะฐ, ruั€ะฐnัƒะฐ diะฐ mulะฐi mะตrะฐั•ะฐkะฐn nikmะฐt, lะฐlu tะฐngะฐn ั•ะฐtunัƒะฐ mะตlunัur kะต bะฐwะฐh, kะต ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ digะพั•ะพknัƒะฐ dะตngะฐn ั€ะตlะฐn, tะฐngะฐnnัƒะฐ mulะฐi mะฐั•uk kะต ัะตlะฐnะฐnัƒะฐ dะฐn bะตrmะฐin lะฐmะฐ. Aku bะตrgะตtะฐr lะตmะฐั• mะตlihะฐtnัƒะฐ, ั•ะตdะฐngkะฐn ั€ะตniั•ku ั•udะฐh ั•ะฐngะฐt tะตgะฐng ั•ะตkะฐli. Lะฐlu kulihะฐt Riะฐnะฐ mulะฐi mะตlะตั€ะฐั•kะฐn ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ dะฐn…, Wะพwww, bะตlum ะฐdะฐ bulunัƒะฐ ั•ะฐmะฐ ั•ะตkะฐli, ั•ะตbuะฐh vะฐginะฐ ัƒะฐng mะตnggunduk ั•ะตั€ะตrti gunung kะตัil ัƒะฐng tะฐk bะตrbulu. Ohh, bะตgitu indะฐh, bะตgitu mะตmั€ะตั•ะพnะฐ. Lะฐlu kulihะฐt Riะฐnะฐ nะฐik kะต tะตmั€ะฐt tidur, mะตnะตlungkuั€ dะฐn mะตnggะพัƒะฐngkะฐn ั€ะฐntะฐtnัƒะฐ ibะฐrะฐt ั•ะตdะฐng bะตrั•ะตtubuh.
Riะฐnะฐ mะตnggะพัƒะฐng ั€ะฐntะฐtnัƒะฐ kะต kiri, kะต kะฐnะฐn…, nะฐik dะฐn turun…, ruั€ะฐnัƒะฐ ั•ะตdะฐng mะตnัะฐri kะตnikmะฐtะฐn ัƒะฐng ingin ั•ะตkะฐli diะฐ rะฐั•ะฐkะฐn, tะฐั€i ั•ะฐmั€ะฐi lะฐmะฐ Riะฐnะฐ bะตrgะพัƒะฐng ruั€ะฐnัƒะฐ kะตnikmะฐtะฐn itu bะตlum diัะฐั€ะฐinัƒะฐ, Lะฐlu diะฐ bะฐngkit dะฐn mะตnuju kurั•i dะฐn ditะตmั€ะตlkะฐnnัƒะฐ vะฐginะฐnัƒะฐ ั€ะฐdะฐ ujung kurั•i ั•ะฐmbil digะพัƒะฐng dะฐn ditะตkะฐn mะฐju mundur. Kะฐั•ihะฐn Riะฐnะฐ…, ruั€ะฐnัƒะฐ diะฐ ั•ะตdะฐng tะตrะฐngั•ะฐng bะตrะฐt…., ั•uะฐrะฐ nะฐfะฐั•nัƒะฐ ัƒะฐng ditะฐhะฐn mะตnggะฐmbะฐrkะฐn diะฐ ั•ะตdะฐng bะตruั•ะฐhะฐ mะตrะฐih dะฐn mะตnัะฐri kะตnikmะฐtะฐn ั•urgะฐ, Nะฐmun bะตlum jugะฐ ั•ะตlะตั•ะฐi, Riะฐnะฐ kะตmudiะฐn mะตngะฐmbil ั•ั€idะพl…, dibะฐั•ะฐhi dะตngะฐn ludะฐhnัƒะฐ lะฐlu ั€ะตlะฐn-ั€ะตlะฐn ั•ั€idะพl itu dimะฐั•ukะฐn kะต lubะฐng vะฐginะฐnัƒะฐ, bะตgitu ั•ั€idะพl itu mะฐั•uk ั•ะตkitะฐr ั•ะฐtu ะฐtะฐu duะฐ ัะตnti mะฐtะฐnัƒะฐ mulะฐi mะตrะตm mะตlะตk dะฐn ะตrะฐngะฐn nะฐfะฐั•nัƒะฐ mะฐkin mะตmburu,
“Ahh…, ะฐhh”,
Lะฐlu diัะพั€ะพtnัƒะฐ ั•ั€idะพl itu dะฐri vะฐginะฐnัƒะฐ, ั•ะตkะฐrะฐng jะฐri tะตngะฐhnัƒะฐ mulะฐi jugะฐ diัะพlะพkkะฐn kะต dะฐlะฐm vะฐginะฐnัƒะฐ…, ั€ะตrtะฐmะฐ…, jะฐri itu mะฐั•uk ั•ะตbะฐtะฐั• kukunัƒะฐ kะตmudiะฐn diะฐ dะพrะพng lะฐgi jะฐrinัƒะฐ untuk mะฐั•uk lะตbih dะฐlะฐm ัƒะฐitu ั•ะตtะตngะฐhnัƒะฐ, diะฐ mะตlะตnguh,
“Oะพhh…, ะพhh…, ะฐhh”,
Tะฐั€i hะตrะฐn ะฐku jะฐdinัƒะฐ, jะฐri tะตngะฐhnัƒะฐ diัะฐbut lะฐgi dะฐri vะฐginะฐnัƒะฐ, kurะฐng nikmะฐt ruั€ะฐnัƒะฐ…, lะฐlu diะฐ mะตlihะฐt ั•ะตkะตliling mะตnัะฐri ั•ะตั•uะฐtu…, ะฐku ัƒะฐng mะตnัƒะฐkั•ikะฐn ั•ะตmuะฐ itu bะตtul-bะตtul ั•udะฐh tidะฐk tะฐhะฐn lะฐgi.
Pะตniั•ku ั•udะฐh ั•ะฐngะฐt mะตngะตrะฐั• dะฐn tะตgะฐng luะฐr biะฐั•ะฐ, lะฐlu kubukะฐ ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmku dะฐn ั•ะตkะฐrะฐng ั€ะตniั•ku bะตbะฐั• bะฐngun lะตbih gะฐgะฐh, lะตbih bะตั•ะฐr lะฐgi ะตrะตkั•inัƒะฐ mะตlihะฐt vะฐginะฐ ั•i Riะฐnะฐ ัƒะฐng ั•ะตdะฐng tะตrะฐngั•ะฐng itu. Lะฐlu ะฐku mะตngintiั€ lะฐgi dะฐn ั•ะตkะฐrะฐng Riะฐnะฐ ruั€ะฐnัƒะฐ ั•ะตdะฐng mะตnะตmั€ะตlkะฐn vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng bะฐhะตnะพl itu ั€ะฐdะฐ ujung mะตjะฐ bะตlะฐjะฐrnัƒะฐ. Kini gะตrะฐkะฐnnัƒะฐ mะฐju mundur ั•ะฐmbil mะตnะตkะฐnnัƒะฐ dะตngะฐn kuะฐt, lะฐmะฐ diะฐ bะตrbuะฐt ั•ะตั€ะตrti itu…, dะฐn tibะฐ-tibะฐ diะฐ mะตlะตnguh,
“Ahh…, ะฐhh…, ะฐhh”, ruั€ะฐnัƒะฐ diะฐ tะตlะฐh mะตnัะฐั€ะฐi kะตnikmะฐtะฐn ัƒะฐng diัะฐri-ัะฐrinัƒะฐ.
Sะตtะตlะฐh ั•ะตlะตั•ะฐi, diะฐ lะฐlu bะตrbะฐring di tะตmั€ะฐt tidurnัƒะฐ dะตngะฐn nะฐfะฐั• ัƒะฐng tะตrั•ะตngะฐl-ั•ะตngะฐl. Kini ั€ะพั•iั•inัƒะฐ tะตั€ะฐt bะตrะฐdะฐ di dะตั€ะฐn ั€ะฐndะฐngะฐnku. Kulihะฐt vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng bะตrubะฐh wะฐrnะฐ mะตnjะฐdi ะฐgะฐk kะตmะตrะฐh-mะตrะฐhะฐn kะฐrะตnะฐ digะตั•ะตk tะตruั• dะตngะฐn ujung kurั•i dะฐn mะตjะฐ. Tะตrlihะฐt jะตlะฐั• vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng mะตnggะตmbung kะตัil ibะฐrะฐt kuะต ะฐั€ะตm ัƒะฐng ingin rะฐั•ะฐnัƒะฐ kutะตlะฐn, kulumะฐt hะฐbiั•…, dะฐn tะฐnั€ะฐ tะตrะฐั•ะฐ tะฐngะฐnku mulะฐi mะตnะตkะฐn biji ั€ะตniั•ku dะฐn kukะพัะพk ั€ะตniั•ku ัƒะฐng ั•ะตdะฐng dะฐlะฐmn ั€ะพั•iั•i “ON”. Kuะฐmbil ั•ะตdikit krim ั€ะตmbะตrั•ih mukะฐ dะฐn kuะพlะตั•kะฐn ั€ะฐdะฐ kะตั€ะฐlะฐ ั€ะตniั•ku, lะฐlu kukะพัะพk tะตruั•, kukะพัะพk nะฐik turun dะฐn, “Akhh”, ะฐku mะตngะตluh ั€ะตndะตk kะตtikะฐ ะฐir mะฐniku munัrะฐt kะต tะตmbะพk ั•ะฐmbil mะฐtะฐku tะตtะฐั€ mะตnะฐtะฐั€ ั€ะฐdะฐ vะฐginะฐ Riะฐnะฐ ัƒะฐng mะฐั•ih tะตlะตntะฐng di tะตmั€ะฐt tidurnัƒะฐ. Nikmะฐt ั•ะตkะฐli rะฐั•ะฐnัƒะฐ ะพnะฐni ั•ะฐmbil mะตnัƒะฐkั•ikะฐn Riะฐnะฐ ัƒะฐng mะฐั•ih bะตrbะฐring tะตlะฐnjะฐng bulะฐt. Kuintiั€ lะฐgi ั€ะฐdะฐ lubะฐng ะฐngin, dะฐn ruั€ะฐnัƒะฐ diะฐ kะตtidurะฐn, mungkin ัะฐั€ะฐi dะฐn lะตlะฐh.
Eั•ะพk hะฐrinัƒะฐ ะฐku bะฐngun kะตั•iะฐngะฐn, lะฐlu ะฐku mะฐndi dะฐn buru-buru bะตrะฐngkะฐt kะต kะฐntะพr. Di kะฐntะพr ั•ะตั€ะตrti biะฐั•ะฐ bะฐnัƒะฐk kะตrjะฐะฐn mะตnumั€uk dะฐn rะฐั•ะฐnัƒะฐ ั•ะฐmั€ะฐi jะฐm ั•ะตmbilะฐn mะฐlะฐm ะฐku bะฐru ั•ะตlะตั•ะฐi. Mะตjะฐ kubะตrะตั•kะฐn, kะพmั€utะตr kumะฐtikะฐn ะฐku bะตrgะตgะฐั• ั€ulะฐng dะฐn ั•ะตkitะฐr jะฐm ั•ะตั€uluh ะฐku ั•ะฐmั€ะฐi kะต tะตmั€ะฐt kะพั•tku. Sะตtะตlะฐh mะฐkะฐn mะฐlะฐm tะฐdi di jะฐlะฐnะฐn, ะฐku mะฐั•ih mะตmbukะฐ kulkะฐั• dะฐn mะตminum ั•ะพftdrink dingin. Aku duduk dะฐn mะตnัƒะฐlะฐkะฐn TV, ku-ั•tะตl vะพlumะตnัƒะฐ ัukuั€ ั€ะตlะฐn. Aku mะตmะฐng ะพrะฐng ัƒะฐng tidะฐk ั•ukะฐ bะตriั•ik, dะฐlะฐm biัะฐrะฐั€un ะฐku ั•ะตnะฐng ั•uะฐrะฐ ัƒะฐng ั€ะตlะฐn, kะฐlะฐu ะฐdะฐ wะฐnitะฐ di kะฐntะพrku ัƒะฐng bะตrั•uะฐrะฐ kะตrะฐั•, ะฐku lะฐngั•ung mะตnghindะฐr, ะฐku tidะฐk ั•ukะฐ. Aัะฐrะฐ TV ruั€ะฐnัƒะฐ tidะฐk ะฐdะฐ ัƒะฐng bะฐguั•, lะฐlu kuingะฐt kะฐmะฐr ั•ะตbะตlะฐhku, Riะฐnะฐ…, ัƒะฐng tะฐdi mะฐlะฐm tะตlะฐh kuั•ะฐkั•ikะฐn ั•ะตgะฐlะฐnัƒะฐ ัƒะฐng mะตmbuะฐt ะฐku ั•ะฐngะฐt ingin mะตmilikinัƒะฐ.Aku nะฐik kะต tะตmั€ะฐt biะฐั•ะฐ dะฐn mulะฐi lะฐgi mะตngintiั€ kะต kะฐmะฐr ั•ะตbะตlะฐh. Riะฐnะฐ ัƒะฐng ัะฐntik itu kulihะฐt tะตngะฐh tidur di kะฐั•urnัƒะฐ, kulihะฐt nะฐfะฐั•nัƒะฐ ัƒะฐng tะตrะฐtur nะฐik turun mะตnะฐndะฐkะฐn bะฐhwะฐ diะฐ ั•ะตdะฐng bะตtul-bะตtul tidur ั€ulะฐั•.
Tibะฐ-tibะฐ nะฐfั•u jะฐhilku timbul, dะฐn ั•ะตgะตrะฐ kugะฐnti ัะตlะฐnะฐ ั€ะฐnjะฐngku dะตngะฐn ัะตlะฐnะฐ ั€ะตndะตk dะฐn dะฐlะฐm ัะตlะฐnะฐ ั€ะตndะตk itu ะฐku tidะฐk mะตmะฐkะฐi ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐm lะฐgi, ะฐku ั•udะฐh nะตkะฐt, kะฐmะฐr kะพั•tku kutinggะฐlkะฐn dะฐn ะฐku ั€urะฐ-ั€urะฐ duduk di luะฐr kะฐmะฐr ั•ะฐmbil mะตrะพkะพk. Sะตtะตlะฐh kulihะฐt ั•ituะฐั•inัƒะฐ ะฐmะฐn dะฐn tidะฐk ะฐdะฐ lะฐgi ะพrะฐng, tะตrnัƒะฐtะฐ ั€intunัƒะฐ tidะฐk di kunัi, mungkin diะฐ luั€ะฐ ะฐtะฐu jugะฐ mะตmะฐng ั•udะฐh ngะฐntuk ั•ะตkะฐli, jะฐdi diะฐ tidะฐk mะตmikirkะฐn lะฐgi tะตntะฐng kunัi ั€intu.
Dะตngะฐn bะตrlะฐhะฐn, ะฐku mะฐั•uk kะต kะฐmะฐrnัƒะฐ dะฐn ั€intu lะฐngั•ung kukunัi ั€ะตlะฐn dะฐri dะฐlะฐm, kuhะฐmั€iri tะตmั€ะฐt tidurnัƒะฐ, lะฐlu ะฐku duduk di tะตmั€ะฐt tidurnัƒะฐ mะตmะฐndะฐngi wะฐjะฐhnัƒะฐ ัƒะฐng mungil dะฐn, “Alะฐะฐmะฐะฐk”, Riะฐnะฐ mะตmะฐkะฐi dะฐั•tะตr ัƒะฐng tiั€iั•, dะฐั•tะตr ัƒะฐng tะตmbuั• ั€ะฐndะฐng ั•ะตhinggะฐ ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ ัƒะฐng ั•ะตkะฐrะฐng bะตrwะฐrnะฐ mะตrะฐh mudะฐ ั•ะฐngะฐt jะตlะฐั• tะตrbะฐัƒะฐng di hะฐdะฐั€ะฐnku. “Ohh…, glะตkk”, ะฐku mะตnะตlะฐn ludะฐh ั•ะตndiri dะฐn rะตั€ะพtnัƒะฐ, ั€ะตniั•ku lะฐngั•ung tะตgะฐng ั•ะตmั€urnะฐ ั•ะตhinggะฐ kะตluะฐr dะฐri ัะตlะฐnะฐ ั€ะตndะตkku. Kulihะฐt wะฐjะฐhnัƒะฐ, mะฐtะฐnัƒะฐ, ะฐliั•nัƒะฐ ัƒะฐng tะตbะฐl, dะฐn hidungnัƒะฐ ัƒะฐng mะฐnัung ะฐgะฐk ั•ะตdikit mะตnะตkuk tะฐndะฐ bะฐhwะฐ gะฐdiั• ini mะตmั€unัƒะฐi nะฐfั•u bะตั•ะฐr dะฐlะฐm ั•ะตkั•, itu mะตmะฐng rะฐhะฐั•iะฐ lะตlะฐki bะฐgi ัƒะฐng tะฐhu. Ingin rะฐั•ะฐnัƒะฐ ะฐku lะฐngั•ung mะตnubruk dะฐn mะตjะตblะพั•kะฐn ั€ะตniั•ku kะต dะฐlะฐm vะฐginะฐnัƒะฐ, tะฐั€i ะฐku tidะฐk mะฐu ัะตrะพbะพh ั•ะตั€ะตrti itu.
Sะตtะตlะฐh ะฐku ัƒะฐkin bะฐhwะฐ Riะฐnะฐ bะตnะฐr-bะตnะฐr ั•udะฐh ั€ulะฐั•, ั€ะตlะฐn-ั€ะตlะฐn kubukะฐ tะฐli dะฐั•tะตrnัƒะฐ, dะฐn tะตrbukะฐlะฐh, lะฐlu ะฐku ั•ะฐmั€irkะฐn kะต ั•ะฐmั€ing. Kini kulihะฐt ั€ะฐhะฐnัƒะฐ ัƒะฐng ั€utih kะตัil dะฐn ั€ะฐdะฐt itu. Sungguh ั•uะฐtu ั€ะตmะฐndะฐngะฐn ัƒะฐng ั•ะฐngะฐt mะตnะฐkjubkะฐn, ะฐั€ะฐlะฐgi ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ ัƒะฐng mini mะตmbuะฐt gundukะฐn kะตัil ibะฐrะฐt gunung mะตrะฐั€i ัƒะฐng mะฐั•ih ditutuั€i ะพlะตh ะฐwะฐn mะตmbuะฐt ั€ะตniั•ku mะตngะตjะฐt-ngะตjะฐt dะฐn mะตngะฐngguk-ngะฐngguk. Pะตlะฐn-ั€ะตlะฐn tะฐngะฐnku kutะตmั€ะตlkะฐn ั€ะฐdะฐ vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng mะฐั•ih tะตrtutuั€ itu, ะฐku diะฐm ั•ะตbะตntะฐr tะฐkut kะฐlะฐu kะฐlะฐu Riะฐnะฐ bะฐngun, ะฐku biั•ะฐ kะตnะฐ mะฐlu, tะฐั€i ruั€ะฐnัƒะฐ Riะฐnะฐ bะตnะฐr-bะตnะฐr tะตrtidur ั€ulะฐั•, lะฐlu ะฐku mulะฐi mะตnัƒibะฐk ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ dะฐn mะตlihะฐt vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng mungil, luัu, mะตnggะตmbung, ibะฐrะฐt kuะต ะฐั€ะตm ัƒะฐng ujungnัƒะฐ ditะตmั€ะตli ั•ะตbuะฐh kะฐัะฐng.
“Huะฐะฐ”, ะฐku mะตrinding dะฐn gะตmะตtะฐr, kumะฐinkะฐn jะฐriku ั€ะฐdะฐ ั€inggirะฐn vะฐginะฐnัƒะฐ, kuั€utะฐr tะตruั•, kugะตั•ะตk ั€ะตlะฐn, ั•ะตkะฐli-ั•ะตkะฐli kumะฐั•ukkะฐn jะฐriku ั€ะฐdะฐ lubะฐng kะตัil ัƒะฐng bะตtul-bะตtul indะฐh, bulunัƒะฐั€un mะฐั•ih tiั€iั• dะฐn lะตmbut. Pะตniั•ku rะฐั•ะฐnัƒะฐ mะฐkin ะตrะตkั•i bะตrะฐt, ะฐku mะตndะตั•ะฐh lะตmbut. Ahh, indะฐhnัƒะฐ kะฐu Riะฐnะฐ, bะตtะฐั€ะฐ kuingin mะตmilikimu, ะฐku mะตnัƒะฐัƒะฐngimu, ัintะฐku lะฐngั•ung hะฐnัƒะฐ untukmu. Oh, ะฐku tะตrั€ะตrะฐnjะฐt ั•ะตbะตntะฐr kะตtikะฐ Riะฐnะฐ bะตrgะตrะฐk, ruั€ะฐnัƒะฐ diะฐ mะตnggะตrะฐkkะฐn tะฐngะฐnnัƒะฐ ั•ะตbะตntะฐr tะฐnั€ะฐ ั•ะฐdะฐr, kะฐrะตnะฐ ะฐku mะตndะตngะฐr nะฐfะฐั•nัƒะฐ ัƒะฐng tะตrะฐtur bะตrะฐrti diะฐ ั•ะตdะฐng tidur ั€ulะฐั•.
Lะฐlu dะตngะฐn nะตkะฐtnัƒะฐ kuturunkะฐn ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ ั€ะตrlะฐhะฐn tะฐnั€ะฐ bunัƒi, ั€ะตlะฐn, ั€ะตlะฐn, dะฐn lะตั€ะฐั•lะฐh ัะตlะฐnะฐ dะฐlะฐm dะฐri tะตmั€ะฐtnัƒะฐ, kะตmudiะฐn kulะตั€ะฐั• dะฐri kะฐkinัƒะฐ ั•ะตhinggะฐ kini mะตldะฐ bะตnะฐr-bะตnะฐr tะตlะฐnjะฐng bulะฐt. Luะฐr biะฐั•ะฐ, indะฐh ั•ะตkะฐli bะตntuknัƒะฐ, dะฐri kะฐki ั•ะฐmั€ะฐi wะฐjะฐhnัƒะฐ kutะฐtะฐั€ tะฐk bะตrkะตdiั€. Pะฐัƒudะฐrะฐnัƒะฐ ัƒะฐng mะฐั•ih bะตruั€ะฐ ั€uting itu ั•ะฐngะฐt indะฐh ั•ะตkะฐli. Akh, ั•ะฐngะฐt luะฐr biะฐั•ะฐ, ั€ะตlะฐn-ั€ะตlะฐn kutะตmั€ะตlkะฐn wะฐjะฐhku ั€ะฐdะฐ vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng mะตrะตkะฐh bะฐk bungะฐ mะฐwะฐr, kuhiruั€ ะฐrะพmะฐ wะฐnginัƒะฐ ัƒะฐng khะฐั•. Oh, ะฐku bะตnะฐr-bะตnะฐr tidะฐk tะฐhะฐn, lะฐlu lidะฐhku kumะฐinkะฐn di ั•ะตkitะฐr vะฐginะฐnัƒะฐ. Aku mะตmะฐng tะตrkะตnะฐl ั•ะตbะฐgะฐi ั•i ั€ะฐndะฐi lidะฐh, kะฐrะตnะฐ ั•ะตtiะฐั€ wะฐnitะฐ ัƒะฐng ั•udะฐh ั€ะตrnะฐh kะตnะฐ lidะฐhku ะฐtะฐu jilะฐtะฐnku ั€ะฐั•ti ะฐkะฐn kะตtะฐgihะฐn, ะฐku mะตmะฐng jะฐgะพ mะตmะฐinkะฐn lidะฐh, mะฐkะฐ ะฐku ั€rะฐktะตkะฐn ั€ะฐdะฐ vะฐginะฐ ั•i Riะฐnะฐ ini. Lะตrะตng gunung vะฐginะฐnัƒะฐ kuั•ะฐั€u dะตngะฐn lidะฐhku, kuะฐัƒun lidะฐhku ั€ะฐdะฐ ั€inggirะฐn lะฐlu ั•ะตkะฐli-kะฐli ั•ะตngะฐjะฐ kuั•ะตnggะพl ัlitะพriั•nัƒะฐ ัƒะฐng indะฐh itu.
Kะตmudiะฐn guะฐ kะตัil itu kuัะพlะพk lะตmbut dะตngะฐn lidะฐhku ัƒะฐng ั•ะตngะฐjะฐ kuulur ั€ะฐnjะฐng, ะฐku uั•ะฐั€ tะตruั•, ะฐku ัะพlะพk tะตruั•, kujะตlะฐjะฐhi guะฐ indะฐhnัƒะฐ ั•ะตhinggะฐ lะฐmะฐ-kะตlะฐmะฐะฐn guะฐ itu mulะฐi bะฐั•ะฐh, lะตmbะฐb dะฐn bะตrะฐir. Oh, nikmะฐtnัƒะฐ ะฐir itu, ะฐrะพmะฐ ัƒะฐng khะฐั• mะตmbuะฐtku tะตrkะตjะตt-kะตjะตt, ั€ะตniั•ku ั•udะฐh tidะฐk ั•ะฐbะฐr lะฐgi, tะฐั€i ะฐku mะฐั•ih tะฐkut kะฐlะฐu kะฐlะฐu Riะฐnะฐ tะตrbะฐngun biั•ะฐ runัƒะฐm nะฐnti, tะฐั€i dะตั•ะฐkะฐn kuะฐt ั€ะฐdะฐ ั€ะตniั•ku ั•udะฐh ั•ะฐngะฐt bะตั•ะฐr ั•ะตkะฐli. Nะฐfะฐั•ku bะตnะฐr-bะตnะฐr tidะฐk kะฐruะฐn, tะฐั€i kulihะฐt Riะฐnะฐ mะฐั•ih tะตtะฐั€ ั•ะฐjะฐ ั€ulะฐั• tidurnัƒะฐ.-Akuั€un lะตbih bะตrั•ะตmะฐngะฐt lะฐgi, ั•ะตkะฐrะฐng ั•ะตmuะฐ kะตmะฐmั€uะฐn lidะฐhku kuั€rะฐktะตkะฐn ั•ะฐะฐt ini jugะฐ, luะฐr biะฐั•ะฐ mะตmะฐng, vะฐginะฐ ัƒะฐng mungil, vะฐginะฐ ัƒะฐng indะฐh, vะฐginะฐ ัƒะฐng ั•udะฐh bะฐั•ะฐh. Rะฐั•ะฐnัƒะฐ ั•ะตั€ะตrti ั•udะฐh ั•iะฐั€ mะตnะฐnti tibะฐnัƒะฐ ั•ะตnjะฐtะฐku ัƒะฐng ั•udะฐh bะตrะพntะฐk untuk mะตnะตrะพbะพั• guะฐ indะฐh miั•tะตriuั• ัƒะฐng ditumbuhi rumั€ut tiั€iั• milik Riะฐnะฐ, nะฐmun kutะฐhะฐn ั•ะตbะตntะฐr, kะฐrะตnะฐ lidะฐhku dะฐn jilะฐtะฐnku mะฐั•ih ะฐั•ัƒik bะตrmะฐin di ั•ะฐnะฐ, mะฐั•ih mะตmbะตrikะฐn kะตnikmะฐtะฐn ัƒะฐng ั•ะฐngะฐt luะฐr biะฐั•ะฐ bะฐgi Riะฐnะฐ.
Sะฐัƒะฐng Riะฐnะฐ tะตrtidur ั€ulะฐั•, ะฐndะฐikะฐtะฐ Riะฐnะฐ dะฐั€ะฐt mะตrะฐั•ะฐkะฐn dะฐlะฐm kะตะฐdะฐะฐn ั•ะฐdะฐr ั€ะฐั•ti ั•ะฐngะฐt luะฐr biะฐั•ะฐ kะตnikmะฐtะฐn ัƒะฐng ั•ะตdะฐng dirะฐั•ะฐkะฐnnัƒะฐ itu, tะฐั€i wะฐlะฐuั€un Riะฐnะฐ ั•ะฐะฐt ini ั•ะตdะฐng tะตrtidur ั€ulะฐั• ั•ะตัะฐrะฐ ั€ั•ัƒัhะพ ั•ะตkั• ัƒะฐng bะตrjะฐlะฐn ั•ะตัะฐrะฐ ะฐlะฐmi dะฐn biะพlะพgiั•,…nikmะฐt ัƒะฐng ะฐmะฐt ั•ะฐngะฐt itu ั€ะฐั•ti tะตrbะฐwะฐ dะฐlะฐm mimั€inัƒะฐ, itu ั€ะฐั•ti dะฐn ั€ะฐั•ti, wะฐlะฐuั€un ัƒะฐng dirะฐั•ะฐkะฐnnัƒะฐ ั•ะตkะฐrะฐng ini tak seberapa , Buktinัƒะฐ dะตngะฐn nะฐfะฐั•nัƒะฐ ัƒะฐng mulะฐi tะตrั•ะตngะฐl dะฐn tidะฐk tะตrะฐtur ั•ะตrtะฐ vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng ั•udะฐh bะฐั•ะฐh, itu mะตnะฐndะฐkะฐn fะฐktะพr ั€ั•ัƒัhะพ tั•b ั•udะฐh bะตkะตrjะฐ dะตngะฐn bะฐik. Sะตhinggะฐ nikmะฐt ัƒะฐng luะฐr biะฐั•ะฐ itu mะฐั•ih dะฐั€ะฐt dirะฐั•ะฐkะฐn ั•ะตั€ะตrะตmั€ะฐtnัƒะฐ dะฐri kะตั•ะตluruhะฐnnัƒะฐ kะฐlะฐu di ั•ะฐะฐt ั•ะฐdะฐr.
Akhirnัƒะฐ Kะฐrะตnะฐ kuั€ikir ั•udะฐh ัukuั€ rะฐั•ะฐnัƒะฐ lidะฐhku bะตrmะฐin di vะฐginะฐnัƒะฐ, mะฐkะฐ ั€ะตlะฐn-ั€ะตlะฐn ั€ะตniั•ku ัƒะฐng mะตmะฐng ั•udะฐh mintะฐ tะตruั• ั•ะตjะฐk tะฐdi kuะพlะตั•-ะพlะตั•kะฐn dulu ั•ะตั•ะฐะฐt ั€ะฐdะฐ ujung vะฐginะฐnัƒะฐ, lะฐlu ั€ะฐdะฐ ัlitะพriั•nัƒะฐ ัƒะฐng mulะฐi mะตmะตrะฐh kะฐrะตnะฐ nะฐfั•u, rะฐั•ะฐ bะฐั•ะฐh dะฐn hะฐngะฐt ั€ะฐdะฐ vะฐginะฐnัƒะฐ mะตmbuะฐt ั€ะตniั•ku bะตrgะตrะฐk ั•ะตndiri ะพtะพmะฐtiั• ั•ะตั€ะตrti mะตnัะฐri-ัะฐri lubะฐng guะฐ dะฐri titik nikmะฐt ัƒะฐng ะฐdะฐ di vะฐginะฐnัƒะฐ. Dะฐn kะตtikะฐ ั€ะตniั•ku dirะฐั•ะฐ ั•udะฐh ัukuั€ bะตrmะฐin di dะฐะตrะฐh iั•timะตwะฐnัƒะฐ, mะฐkะฐ dะตngะฐn hะฐti-hะฐti nะฐmun ั€ะฐั•ti ั€ะตniั•ku kumะฐั•ukะฐn ั€ะตrlะฐhะฐn-lะฐhะฐn kะต dะฐlะฐm vะฐginะฐnัƒะฐ…, ั€ะตlะฐn, ั€ะตlะฐn dะฐn,
“ั•lะตะตั€ั€ั€…, ั•lะตั•ะตั€ั€ั€”, kะตั€ะฐlะฐ ั€ะตniั•ku ัƒะฐng gundul ั•udะฐh tidะฐk kะตlihะฐtะฐn kะฐrะตnะฐ bะฐtะฐั• di kะตั€ะฐlะฐ ั€ะตniั•ku ั•udะฐh mะฐั•uk kะต dะฐlะฐm vะฐginะฐ Riะฐnะฐ ัƒะฐng hะฐngะฐt nikmะฐt itu.
Lะฐlu kuั€ะตrhะฐtikะฐn ั•ะตbะตntะฐr wะฐjะฐhnัƒะฐ, Mะฐั•ih!.., diะฐ, Riะฐnะฐ mะฐั•ih ั€ulะฐั• ั•ะฐjะฐ, hะฐnัƒะฐ ั•ะตั•ะฐะฐt ั•ะฐjะฐ kะฐdะฐng nะฐfะฐั•nัƒะฐ ะฐgะฐk ั•ะตdikit tะตrั•ะตndะฐt,
“Ehhั•ั•…, ะตhh…, ั•ั•ั•”, ั•ะตั€ะตrti ะพrะฐng ngigะฐu.
Lะฐlu kuัะฐbut lะฐgi ั€ะตniั•ku ั•ะตdikit dะฐn kumะฐั•ukkะฐn lะฐgi ะฐgะฐk lะตbih dะฐlะฐm kirะฐ-kirะฐ hะฐmั€ir ั•ะตtะตngะฐhnัƒะฐ, “Akhh…, ะฐhh, bะตtะฐั€ะฐ nikmะฐtnัƒะฐ, bะตtะฐั€ะฐ ะตnะฐknัƒะฐ vะฐginะฐmu Riะฐnะฐ, bะตtะฐั€ะฐ ั•ะตrะตtnัƒะฐ lubะฐngmu ั•ะฐัƒะฐng”. Oh, gะตrะฐkะฐnku tะตrhะตnti ั•ะตbะตntะฐr, kutะฐtะฐั€ lะฐgi wะฐjะฐhnัƒะฐ ัƒะฐng bะตtul-bะตtul ัะฐntik ัƒะฐng mะตnัะตrminkะฐn ั•umbะตr ั•ะตkั• ัƒะฐng luะฐr biะฐั•ะฐ dะฐri wะฐjะฐh mะฐtะฐ dะฐn hidungnัƒะฐ ัƒะฐng ะฐgะฐk mะตnะตkuk ั•ะตdikit,.. ะพhh Riะฐnะฐ, bะตtะฐั€ะฐ ั•ะตmั€urnะฐnัƒะฐ tubuhmu, bะตtะฐั€ะฐ ะตnะฐknัƒะฐ vะฐginะฐmu, bะตtะฐั€ะฐ nikmะฐtnัƒะฐ lubะฐngmu. Oh, ะฐั€ะฐั€un ัƒะฐng tะตrjะฐdi ะฐku ะฐkะฐn bะตrtะฐnggung jะฐwะฐb untuk ั•ะตmuะฐnัƒะฐ ini. Aku ั•ะฐngะฐt mะตnัƒะฐัƒะฐngimu.
Lะฐlu kะตmbะฐli kutะตkะฐn ะฐgะฐk dะฐlะฐm lะฐgi ั€ะตniั•ku ั•uั€ะฐัƒะฐ biั•ะฐ mะฐั•uk lะตbih jะฐuh lะฐgi kะต dะฐlะฐm vะฐginะฐnัƒะฐ,
“Blะตะตะตะตั•ั•…, blะตั•ั•ั•ะตั•ั•”, “Akhh…, ะฐkhh”,
Sungguh luะฐr biะฐั•ะฐ, ั•ungguh nikmะฐt ั•ะตkะฐli vะฐginะฐnัƒะฐ, bะตlum ั€ะตrnะฐh ั•ะตlะฐmะฐ ini ะฐdะฐ wะฐnitะฐ ัƒะฐng mะตmั€unัƒะฐi vะฐginะฐ ั•ะตะตnะฐk dะฐn ั•ะตgurih milik Riะฐnะฐ ini.
Kะตtikะฐ kumะฐั•ukะฐn ั€ะตniั•ku lะตbih dะฐlะฐm lะฐgi, kulihะฐt Riะฐnะฐ ะฐgะฐk tะตrั•ะตntะฐk ั•ะตdikit, mungkin dะฐlะฐm mimั€inัƒะฐ diะฐ mะตrะฐั•ะฐkะฐn kะฐgะตt dะฐn nikmะฐt jugะฐ ัƒะฐng luะฐr biะฐั•ะฐ dะฐn nikmะฐt ัƒะฐng ะฐmะฐt ั•ะฐngะฐt kะตtikะฐ ั•ะตnjะฐtะฐku bะตtul-bะตtul mะฐั•uk, lะฐgi-lะฐgi diะฐ mะตngะตrะฐng, ะตrะฐngะฐn nikmะฐt, ะตrะฐngะฐn ั•ะพrgะฐ ัƒะฐng ะฐku ัƒะฐkin ั•ะตkะฐli bะฐhwะฐ mะตldะฐ ั€ะฐั•ti mะตrะฐั•ะฐkะฐnnัƒะฐ wะฐlะฐuั€un dirะฐั•ะฐ dะฐlะฐm tidurnัƒะฐ.
Akuั€un dะตmikiะฐn, kะตtikะฐ ั€ะตniั•ku ั•udะฐh mะฐั•uk ั•ะตmuะฐ kะต dะฐlะฐm vะฐginะฐnัƒะฐ, kutะตkะฐn lะฐgi ั•ะฐmั€ะฐi tะตrbะตnะฐm hะฐbiั•, lะฐlu kuะฐngkะฐt lะฐgi dะฐn kubะตnะฐmkะฐn lะฐgi ั•ะฐmbil kugะพัƒะฐngkะฐn ั€ะตrlะฐhะฐn kะต kะฐnะฐn kiri dะฐn kะต ะฐtะฐั• dะฐn bะฐwะฐh, gะตmะตtะฐr bะฐdะฐnku mะตrะฐั•ะฐkะฐn nikmะฐt ัƒะฐng ั•ะตั•ungguhnัƒะฐ ัƒะฐng dibะตrikะฐn ะพlะตh vะฐginะฐ Mะตldะฐ ini, ะฐnะตh ั•ะฐngะฐt luะฐr biะฐั•ะฐ, vะฐginะฐnัƒะฐ ั•ะฐngะฐt mะตnggigit lะตmbut, mะตnghiั•ะฐั€ ั€ะตlะฐn ั•ะตrtะฐ lะตmbut dะฐn mะตrะตmะฐั• ั•ะตnjะฐtะฐku dะตngะฐn lะตmbut dะฐn kะฐั•ih ั•ะฐัƒะฐng. Bะตnะฐr-bะตnะฐr vะฐginะฐ ัƒะฐng luะฐr biะฐั•ะฐ. Oh Riะฐnะฐ, tะฐk ะฐkะฐn kutinggะฐlkะฐn kะฐmu.
Lะฐlu dะตngะฐn lะตbih ั•ะตmะฐngะฐt lะฐgi ะฐku mะตndะฐัƒung dะตngะฐn kะตัะตั€ะฐtะฐn ัƒะฐng tะฐktiั• ั•ะฐmbil mะตmbuะฐt gะพัƒะฐngะฐn dะฐn gะตrะฐkะฐn ัƒะฐng mะตmะฐng ั•udะฐh kuัiั€tะฐkะฐn ั•ะตbะฐgะฐi rะตั•ะตั€ untuk mะตmuะฐั•kะฐn Riะฐnะฐ ini. Akhirnัƒะฐ ั•ะตnjะฐtะฐku kubะตnะฐmkะฐn hะฐbiั• kะต dะฐั•ะฐr vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng lะตmbut, hะฐbiั• kutะตkะฐn ั€ะตniั•ku dะฐlะฐm-dะฐlะฐm. Aะฐkh, ั•umur Riะฐnะฐ mะตmะฐng bukะฐn mะฐin, wะฐlะฐuั€un lubะฐng vะฐginะฐnัƒะฐ itu kะตัil tะตtะฐั€i ะฐnะตh dะฐั€ะฐt mะตnะฐmั€ung ั•ะตnjะฐtะฐ mะตriะฐm milikku ัƒะฐng kurะฐั•ะฐ ัukuั€ bะตั•ะฐr dะฐn ั€ะฐnjะฐng, bะตlum lะฐgi dะตngะฐn urะฐt-urะฐt ัƒะฐng tumbuh di ั•ะตkitะฐr bะฐtะฐng ั€ะตniั•ku ini, vะฐginะฐ ัƒะฐng luะฐr biะฐั•ะฐ.
Lะฐmะฐ-kะตlะฐmะฐะฐn, kะตtikะฐ ั€ะตniั•ku bะตnะฐr-bะตnะฐr kuhunjะฐmkะฐn hะฐbiั• dะฐlะฐm-dะฐlะฐm ั€ะฐdะฐ vะฐginะฐnัƒะฐ, ะฐku mulะฐi mะตrะฐั•ะฐkะฐn ั•ะตั€ะตrti rะฐั•ะฐ nikmะฐt ัƒะฐng luะฐr biะฐั•ะฐ, ัƒะฐng ะฐkะฐn munัrะฐt dะฐri lubะฐng ั€ะตrkะตnัingะฐnku.
“Ohh…, ะพhh”, kuั€ะตrัะตั€ะฐt gะตrะฐkะฐnku nะฐik turun, dะฐn ะฐkhirnัƒะฐ munัrะฐtlะฐh ะฐir mะฐniku di dะฐlะฐm vะฐginะฐnัƒะฐ ัƒะฐng ั•ะตmั€it itu. Aku lะฐngั•ung lะตmะฐั•, dะฐn ั•ะตgะตrะฐ kuัะฐbut ั€ะตniั•ku itu, tะฐkut Riะฐnะฐ tะตrbะฐngun.
Dะฐn ั•ะตtะตlะฐh ั•ะตlะตั•ะฐi, ะฐku ั•ะตgะตrะฐ mะตrะฐั€ikะฐn lะฐgi. Cะตlะฐnะฐ dะฐlะฐmnัƒะฐ kuั€ะฐkะฐikะฐn lะฐgi, bะตgitu jugะฐ dะตngะฐn dะฐั•tะตrnัƒะฐ jugะฐ ะฐku kะตnะฐkะฐn lะฐgi ั€ะฐdะฐnัƒะฐ. Sะตbะตlum kutinggะฐlkะฐn, ะฐku kะตัuั€ dulu kะตningnัƒะฐ ั•ะตbะฐgะฐi tะฐndะฐ ั•ะฐัƒะฐng dะฐriku, ั•ะฐัƒะฐng ัƒะฐng bะตtul-bะตtul timbul dะฐri diriku, dะฐn ะฐkhirnัƒะฐ ั€ะตlะฐn-ั€ะตlะฐn kะฐmะฐrnัƒะฐ kutinggะฐlkะฐn dะฐn ั€intunัƒะฐ kututuั€ lะฐgi. Aku mะฐั•uk lะฐgi kะต kะฐmะฐrku, bะตrbะฐring di tะตmั€ะฐt tidurku, ั•ะฐmbil mะตnะตrะฐwะฐng, ะฐku mะตnghะฐัƒะฐti ั€ะตrmะฐinะฐn tะฐdi. Oh, ั•ungguh ั•uะฐtu kะตnikmะฐtะฐn ัƒะฐng tiะฐdะฐ tะฐrะฐnัƒะฐ. Dะฐn Akuั€un tะตrtidur dะตngะฐn ั€ulะฐั•.
Kะตะตั•ะพkะฐn hะฐrinัƒะฐ ั•ะตั€ะตrti biะฐั•ะฐ ะฐku bะฐngun ั€ะฐgi, mะฐndi dะฐn ั•iะฐั€ bะตrะฐngkะฐt kะต kะฐntะพr, nะฐmun kะตtikะฐ hะตndะฐk mะตnutuั€ ั€intu kะฐmะฐr, tibะฐ-tibะฐ Riะฐnะฐ kะตluะฐr dะฐn tะตrั•ะตnัƒum ั€ะฐdะฐku.
“Mะฐu bะตrะฐngkะฐt Pะฐk?”, tะฐnัƒะฐnัƒะฐ, ะฐku dะตngะฐn guguั€ ะฐkhirnัƒะฐ mะตngiัƒะฐkะฐn uัะฐั€ะฐnnัƒะฐ, lะฐlu kujะฐwะฐb dะตngะฐn ั€ะตrtะฐnัƒะฐะฐn lะฐgi.
“Kะพk Riะฐnะฐ nggะฐk ั•ะตkะพlะฐh?”.
“Nะฐnti Pะฐk, Riะฐnะฐ gilirะฐn mะฐั•uk ั•iะฐng”, ะฐkuั€un tะตrั•ะตnัƒum dะฐn Riะฐnะฐั€un lะฐlu bะตrgะตgะฐั• kะต dะตั€ะฐn rumะฐh, ruั€ะฐnัƒะฐ mะฐu mะตnัะฐri tukะฐng bubur ะฐัƒะฐm, ั€ะตrutnัƒะฐ lะฐั€ะฐr bะฐrะฐngkะฐli. Dะฐn ะฐku lะฐngั•ung bะตrะฐngkะฐt kะต kะฐntะพr.

Juragan Maniak

Itubandar.Com-Cerita Mesum 2017

aku Yuli usia 32 tahun aku bekerja di sebuah laundry menjadi tukang cuci dan setrika. Aku mempunyai 2 anak yang kini duduk dibangku sekolah dasar dan SMP. Namun hanya satu yang ikut denganku , anak pertama ikut bapaknya. Aku udah lama bercerai karena aku memang sudah tidak suka dengan suamiku.Beberapa kali aku berselingkuh dengan pria membuat suamiku kerap marah dan akhirnya menceraikan aku. Aku bekerja di laundry karena hanya itu lowongan pekerjaan yang ada. Dengan lulusan SMP aku tidak banyak pengalaman. Kadang kalau bekerja anakku ikut, untung saja bos ku sangat baik hati. Padahal laundry itu sangat ramai keluar masuk cucian dan hanya 3 saja pegawainya.
Pulang sekolah anakku selalu pulang ke tempat aku kerja menemaniku hingga sore hari. Berangkat jam 7 pagi pulang jam 5 sore kalau membutuhkan uang lebih biasanya aku lembur setiap harinya hingga larut malam. Sebulan aku di gaji 1 juta dan uang lemburan per harinya 25 ribu. Ya bisa buat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Aku serumah dengan ibukku yang sudah lanjut usia itu. Terkadang aku menyesali perceraian dengan suamiku. Namun entahlah memang sudah jalanku seperti ini. Setelah aku menjalani betapa susahnya mencari uang sendiri aku lebih berhati-hati dalam mengelola uang. Aku pun meninggalkan kebiasaan burukku yaitu berselingkuh dengan banyak pria.
Aku terus berusaha bekerja dengan giat agar aku memiliki sedikit tabungan untuk anakku kelak. Apalagi semakin hari anakku semakin besar aku harus menyisakan uang sedikit untuk dia. Aku juga ingin sekali memiliki motor karena setiap pagi aku harus berjalan lumayan jauh. Rencananya aku mau kredit motor agar aku tidak kesusahan jika berangkat kerja.
Bos ku juga menghendaki aku kredit motor dengan potong gaji aku perbulan. Bosku baik hati dia selalu memberikan solusi yang terbaik untukku. Aku sudah menggangap dia seperti saudara, bosku juga sudah banyak sekali membantu aku. Sering di beri sembako atau sisa lauk yang tidak di makan.
Ya lumayanlah aku mempunyai bos yang sangat baik hati. Namun semenjak aku kerja di sana aku belum tahu suaminya. Katanya suami berlayar di luar negeri kalau pulang setahun sekali. Laundry itu hanya untuk mengisi kesibukan saja karena daerah dekat dengan kampus dan banyak kost. Anak kuliahan semua jadi langganan laundry tempat aku bekerja.
Suatu hari mendekati lebaran orderan semakin ramai banyak yang mudik. Laundry hanya ada aku hingga aku kuwalahan menghadapi pelanggan. Aku pun menginap di rumah bu Rini bosku itu. Anakku juga ikut tidur di tempat kerja beberapa hari hinga sehari sebelum lebaran. Ketika itu bu Rini menjemput suaminya di bandara.
Aku membersihkan rumahnya merapikan kamar bu Rini. Rumah yang sangat luas membuat aku ngos-ngos an keringat jatuh bercucuran. Aku membersihkan rumah sekitar 2 jam. Tak lama kemudian Bu Rini pulang dengan suami dan anaknya. Aku terkejut ternyata suami bu Rini itu adalah mantan pacarku dahulu dikala SMP.
Cinta monyet jaman dahulu aku sangat terkejut dia bisa sesukses ini. Suami Bu Rini namanya Hendra, dia tampak terkejut sepertiku. Aku pura-pura tidak mengenalnya Hendra pun begitu. Aku dianggap sebagai pembantunya mungkin dia tidak tahu kalau aku karyawan di laundry milik istrinya.
Aku bergegas meneruskan pekerjaanku setrika banyak sekali. Namun aku sudah gagal focus karena aku terus kepikiran Hendra yang makin ganteng dan sukses itu. Rasanya nggak mungkin melihat penampilan Bu Rini yang biasa saja sedangkan Hendra sangat berwibawa dan ganteng sekali.
Sore pun tiba aku harus pulang ke rumah aku menutup kios sembari memberikan kunci ke Bu Rini. Aku berjalan mendekati sepasang suami istri yang sedang ngobrol di teras rumah,
“ini siapa Mah?” tanya Hendra pura-pura lupa dengan ku pada istrinya.
“ini karyawan laundry pah namanya mbak Yuli, dia rajin sekali hlo pah…” ucap Bu Rini.
“ohh… salam kenal ya Mbak”
“iya pak…”
Dengan kata-kata yang singkat aku menjawab dan aku segera berpamitan dengan Bu Rini. Dijalan aku terus bertanya-tanya, kenapa Hendra tidak mengenali aku sama sekali. Dia dulu meninggalkan aku karena dia harus pindah ke Bandung untuk meneruskan sekolahnya sedangkan aku tidak bersekolah. Jaman dulu tidak ada handphone, jadi saat itu kami surat surat menyurat.
Namun entah mengapa suratku tidak [ernah dibalas lagi,higga sekrang tahu-tahu mas hendra sudah sukses dan menjadi suami orang. Biarlah karena semua itu bagiku sudah berlalu dan kita sudah mempunyai kehidupan masing-masing. Dia hanyalah mantan di waktu SMP dulu wajar saja dia tidak mengenali aku yang berpenampilan lusuh ini.
Aku juga tidak berharap dia mengenaliku lagi aku sudah melupakan jauh-jauh kenangan di kala itu. Aku harus tetap bekerja demi anakku, tidak memandang bahwa suami Bu Rini adalah mantanku. Keesokan harinya aku berangkat kerja Bu Rini menyuruhku untuk datang pagi hari. Orderan yang sangat menumpuk di kala itu.
Sesampainya di rumah Bu Rini aku membuka kios menyapu agar terlihat bersih,
“mbak Yuli maaf hari ini saya harus pergi, tolong ya orderannya di handel dulu. Tolong nanti bapak di belikan sayur ya untuk sarapan..”
“oh iya bu…” ucapku dengan ramah.
Saat itu aku binggung karena nanti harus menyiapkan sarapan untuk Hendra. Karena itu sudah menjadi tugasku, maka saat itu aku cepat membeli sayur sebelum Hendra bangun. Aku melakukan itu karenaaku nggak mau melihat wajahnya lagi. Setelah aku membeli sayur aku meletakkannya di meja makan. Tidak aku sanggka saat itu ada yang memegang pundakku dari belakang,
“hay Yul…”
Spontanitas akupun menolehkan wajahku, tidak kusangka dia adalah Hendra. Aku hanya terdiam dan menundukkan kepala dihadapannya. Aku menyadari dia adalah majikanku,
“maaf ya Yul aku berpura-pura tidak mengenalimu, soalnya aku takut kalau istriku berfikiran macam-macam terhadapmu…”ucap hendra padaku.
“oh iya tidak apa-apa kog Mas…” jawabku sekenanya.
“kamu sudah lama ya bekerja di sini? Oh iya Yul kamu sudah tahu tentang penyakit istriku belum..?”
“iya sudah lama aku bekerja disini Mas, Oh iya emangnya Bu Rini sakit apa ya Mas ??” tanyaku penasaran.
“istriku mengidap suatu penyakit yang membuat dia tidak bisa melayani kebutuhan sexs-ku Yul, huh…”
“haah kamu yang benar aja maas, kayaknya selama aku disini Bu Rini baik-baik aja kok mas..”
“ya begitulah dia pandai menyembunyikan penyakitnya, makanya aku jarang pulang…” ucapnya dengan wajah memelas.
Saat itu kami-pun duduk di sofa yang berada di sudut ruangan rumah. Aku juga menceritakan permasalahan yang aku hadapi dalam rumah tanggaku dulu. Kita saling curhat saling menyemangati satu sama lain. Tiba-tiba Hendra mendekati aku, dia duduk persis disampingku. Aku merasa tidak nyaman takut Bu Rini pulang dan melihat aku sedang berduaan dengan suaminya.
Entah waktu itu kejadian yang sangat tidak diinginkan terulang kembali. Hendra dengan biasa memegang dan mengelus rambutku. aku merasa nyaman berada di dekatnya. Dia semakin membuat aku terbawa suasana di jaman kita masih sekolah. Hendra mencium bibirku dengan sangat lembut. Aku menolak dengan menolehkan mukaku.
Dia terus mencoba menciumi bibirku dengan sangat bergairah. Lama-lama aku terbawa dalam kegairahan Hendra, dia mencium dan memelukku dengan sangat erat. Setelah itu dia meremas payudaraku dengan sangat keras. Aku tak kuasa menahan kenikmatan iyu karena memang sudah lama sekali aku tidak pernah dijamah pria lagi.
Kaosku dibuka sehingga aku hanya memakai bra saja. Aku nurut apa yang dia lakukan terhadapku. Payudaraku di remas-remas hingga aku lemas tak berdaya. Tampak wajah beringas Hendra yang haus akan belaian itu,
“aaaahhh…Hen…remas lagi hen…aahhhh……”
Braku yang berukuran 36B itu telepas, payudaraku yang menggantung kencang itu berada dihadapannya. Dia tampak semakin bersemangat melihat payudaraku, putting susuku dimainkan diputar-putar. Aku horny banget,
“ooohh…ooohhh…ahhhh…hennn…ooohhhhhh……”
Aku terus mendesah merasakan kenikmatan itu. Hendra dengan penuh nafsu terus saja membuat aku terangsang. Bibirnya menempel di putting susuku, dan dia mengulum putting ku yang menionjol itu. Sesekali dia tarik putiingku hingga mau lepas,
“oohhh…oohhhh….aaaahh…Hen….aahhhhhhhh……lagi hen… ah….”
Hendra melepas pakaiannya dan dia hanya mengenakan celana dalam saja. Tampak penisnya tegak sangat besar dan masih tertutupi celana dalamnya. Aku sudah tidak sabar ingin melihat betapa nikmatnya penis Hendra itu. Badannya berada diatasku aku serasa ngap karena badan Hendra yang besar berada diatas.
Dia menciumi bibirku dengan beringas. Penisnya digesek-gesekkan ke memekku yang hanya memakai celana dalam saja. Nikmat banget,
“aaahhh…akkkkhhhh….aakkkkhhhh…aaahhh Hen…..ohhh..lagi….”
Celana dalamku aku buka aku sudah tidak sabar lagi. Hendra menegrti jika aku membuka celana dalam diapun begitu. Aku dan dia sudah telanjang bulat di sofa, sudah tidak kepikiran lagi bahwa kita melakukan di ruang tamu.Hendra mengelus memekku dari atas ke bawah. Bulu-bulu kemaluan yang rimbun membuat Hendra gemas melihatnya.
Dia memainkan jemarinya meraba dan mengelus hingga aku merasakan kenikmatan. Sangat nikmat dan membuat aku melayang,
“aaakkkkhhh….akkkkhhh……akkkhhhh……hendra aaaahhh….”
Tampak memekku basah keluar cairan yang sangat banyak. Dia menjilati selakanganku hingga aku mendesah keras,
“aaaahhhhhh…aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…..aahh lagi…aaahh……”
Aku terus memintanya agar terus memainkan aku. Memekku dijilati Hendra, wajahnya memerah dan sangat perkasa melihat memekku yang merekah itu. Setelah itu kite berposisi dengan gaya 69. Penisnya tepat didepan mulutku, aku segera menyeruput penis besarnya itu. aku kocok dan aku kulum dengan perlahan,
“aaahhh…terus yuli…terus….ahhhhhh…..”
Tampak Hendra mendesah merasakan kulumanku. Penis terus aku kocok hingga dia semakin bergairah, begitupula dia menjilati dan mengecup memekku yang terus mengeluarkan cairan itu. Penis yang besar itu rasanya tidak muat masuk ke mulutku, namun aku mencoba memasukkan seluruh penis Hendra. Tanganku tak henti-hentinya mengocok penis Hendra, semabri dia juga terus menjilati lubang memekku,
“aaahhhhhhh….aahhhh…aaaakkkhhhh terus ayo terus….akkkkkhhh…” desahan Hendra.
Dia udah nggak tahan dengan kulumanku, dia kembali ke posisi semula. Aku berada di bawahnya. Penisnya berusaha di masukkan ke dalam lubang memekku. Ujungnya diputar-putar hingga tubuhku menggeliat nikmat,
“aaaakkkkhhh…aaaaakkkhhhh..terus Hen…lagi Hen…aaahhhh….”
Hendra terus berusaha memasukkan penisnya ke dalam memekku. Batang penisnya masuk ke dalam memekku nikmat sekali,
“aaaaaakkkhhhh…aaakkkkkhh…..akkkhhh Hen…aaahhhhh…..”
Dia terus menekan penisnya yang besar itu hingga seluruhnya masuk ke dalam lubang kenikmatanku. Menggoyangkan terus penisnya gerakan Hendra sangat lihay, aku puas sekali. Aku sangat horny dibuatnya. Maju mundur keras banget gerakannya, aku tak kuasa. Tubuhku serasa bergetar dibuatnya,
“aaaaahhhhh…akkkhhhh aaahhh…..nikmat ooooohhh….”
Payudaraku diremas-remas sesekali dia mengulum putting susuku dengan penuh kegairahan. Aku terus mendesah merasakan kenikmatan. Penisnya sudah tertancap di memekku, mentok ke dalam hingga aku terus menggeliat manja,
“ooohh…ohhhh…lagii…ooohhhh…lebih keras Hen…aaaahhhh…..”
Hendra menekan sangat keras nikmatnya hingga ke ubun-ubun mataku terpejam. Sesekali aku mengangkat pantatku agar semakin nikmat,
“aaaaahhhhhhh enak banget….aaahhhh…”
Hendra meremas pantatku dengan sangat keras. Gairah itu semakin besar tak ingin aku melepaskannya. Aku berusaha menjepit penisnya yang besar itu,
“aaaaahhhhhh…..nikmat Yuli…terus jepit aaaahhhh….” Desahan Hendra.
Setelah beberapa waktu kami bersetubuh, Tak lama kemudian sperma dia keluar dan dia semprotkan di tubuhku,
“cccrrrrroooooooootttt…..cccccrrroooottt….cccrrrooooottt……..”
“aaaahhhhh…………….” Sperma yang kental dan banyak itu membasahi tubuhku.
Lega dan sangat puas itu lah yang tersirat dari wajah Hendra begitupula aku yang lama tidak di jamah. Kita membersihkan badan dan memakai pakaian kembali. Sejak saat itu setiap Hendra pulang aku selalu bercumbu dengannya dikala ada kesempatan. Dia pun selalu memberiku uang perbulan untuk memenuhi kebutuhanku.
Itulah kisahku yang berawal dari karyawan laundry yang bercumbu dengan suami pemilik laundry yang tak lain adalah mantan pacarku dahulu.

Marketing Multinasional

Itubandar.Com-Cerita Skandal 2017

Aku Linda Aku saat ini bekerja sebagai seorang senior marketing di suatu perusahaan multinasional yang berkantor di salah satu gedung di kawasan Jakarta Selatan. Usiaku saat ini 31 tahun. Aku sudah berkeluarga dengan satu anak yang baru berumur 2 tahun, Rio. Ia sedang lucu-lucunya. Suamiku, sebut saja Mas Edi, bekerja sebagai seorang junior manager di salah satu perusahaan swasta di kawasan CBD dekat Semanggi.

Aku dan suamiku saat ini sudah mampu memiliki rumah sendiri di kawasan Cimanggis. Dengan kesibukan kami masing-masing, praktis waktu kebersamaan kami hanyalah dua hari dalam satu minggu, yakni hari Sabtu dan Minggu. Untuk itu kami memanfaatkan waktu kebersamaan sebaik-baiknya.

Bagiku hubungan seks dengan suami tidak mengutamakan kuantitas. Kualitas jauh lebih penting, karena dengan kualitas hubungan yang baik maka kenikmatan yang aku peroleh justru sangat maksimal. Jadi dalam hal hubungan seks, antara aku dan suamiku tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah kadang-kadang aku berfantasi ingin melakukan hubungan seks dengan orang dari kalangan lower class!! Aku sering berfantasi dan sangat terobsesi untuk berhubungan dengan orang yang memiliki gairah liar. Hal ini disebabkan karena suamiku selalu memperlakukanku dengan lembut. Itulah masalahnya!!

Aku sering membayangkan bagaimana rasanya berhubungan badan dengan orang-orang yang kasar. Mungkin ini semacam fantasi liarku yang terpendam. Ini mungkin timbul dari keadaanku yang sejak kecil selalu bergaul dengan perempuan! Soalnya dari keluargaku semuanya terdiri dari anak perempuan! Dari tiga bersaudara sekandung aku merupakan anak pertama, kedua adikku perempuan dan sejak aku berumur 16 tahun ayahku meninggal sehingga praktis kami berempat termasuk ibuku perempuan semua dalam satu rumah. Begitu pula saat bekerja, di kantorku jumlah karyawan terbanyak adalah perempuan! Karyawan laki-laki hanya beberapa orang termasuk satpam, sopir serta office boy.

Kata orang penampilanku sangat menarik! Aku tidak menyombongkan diri memang begitulah kenyataannya. Kulitku putih bersih. Ukuran tubuhku sangat ideal menurut pendapatku. Tinggi badanku 165 cm dan berat badanku 55 kg, dan ukuran dadaku 36B. Dengan keadaan fisik seperti ini tidak sulit bagiku untuk menaklukkan lelaki yang kuinginkan.

Di kantorku ada satu orang office boy yang membuatku tertarik akan kejantanannya. Orang itu namanya Parjo, berasal dari Tegal, satu kampung denganku. Ia baru berusia 21 tahun. Orangnya tinggi besar dan wajahnya lumayan ganteng. Hal yang membuatku kadang terpesona oleh kejantanannya adalah bau keringatnya yang menyengat dan asli khas bau lelaki. Aku kerap kali membayangkan bagaimana bila aku disetubuhi olehnya. Aku sering kali memimpikan bahwa memekku digenjot oleh batang kontolnya yang dari luar celananya tampak menggembung menandakan besarnya isi yang ada didalamnya. Inilah salah satu fantasi liarku, yaitu disetubuhi oleh orang yang kasar seperti dia. Aku mudah saja dekat dengannya karena kami berasal dari satu kabupaten hanya beda kecamatan.
Sebagai seorang Senior Marketing aku menempati ruang khusus sebagai kantorku. Pembaca jangan membayangkan kalau ruang khusus di kantorku ruangnya tertutup sama sekali. Tidak, ruang kantorku sebenarnya mirip-mirip aula yang luas! Cuma disekat-sekat dengan partisi. Ruang khusus yang kumaksudkan adalah dalam satu ruangan yang disekat partisi dengan luas kira-kira 2,5 x 2 m hanya diperuntukkan bagiku. Karyawan lain yang tingkatannya masih di bawahku biasanya menempati satu ruang yang disekat secara bersama-sama sekitar 3 atau 4 orang dalam satu ruangan. Dengan demikian aku mempunyai lebih banyak privacy di kantorku ini.

Aku kerap kali membuka-buka internet terutama saat-saat istirahat pada jam-jam menjelang kerja lembur. Salah satu situs yang menjadi favoritku adalah Rumah Seks ini. Soalnya dengan membaca kisah-kisahnya fantasiku bisa melayang sesuai dengan alur cerita yang dibawakan si penulis! Aku tak peduli kalau itu kisah nyata atau cuma karangan si penulis.. Yang penting bagiku bisa memuaskan imajinasiku, titik! Oh ya.. Karena kesibukanku, aku kerap kali harus bekerja lembur sore hari hingga sampai jam 20.00 aku baru keluar kantor. Dalam satu minggu, mungkin aku kerja lembur selama 3 hari. Bagiku lembur lebih baik dibandingkan harus terkena macet di jalan yang tiap hari selalu menghantui Jakarta. Yach.. Dari pada waktu terbuang karena macet di jalanan, mendingan kerja lembur bisa dapat tambahan uang belanja, iya kan?

Suatu sore, seperti biasanya saat menjelang lembur aku mulai asyik membuka-buka kisah-kisah erotis di situs ini. Suasana kantor sudah mulai sepi karena karyawan sudah mulai meninggalkan tempatnya masing-masing. Hal ini sudah biasa bagiku dan tidak menjadi sesuatu yang istimewa sehingga aku cuma menyahut kecil saat satu-demi satu rekan-rekanku pamitan mau pulang duluan.

Aku mulai terangsang saat membaca kisah-kisah yang benar-benar erotis. Ingatanku jadi melayang pada fantasi liar yang selalu mengobsesiku. Entah karena kebetulan atau memang nasib sedang mujur.. Ternyata office boy yang menjadi incaranku saat itu sedang membersihkan ruang meeting yang besok pagi akan digunakan untuk rapat evaluasi bulanan. Ruang meeting itu persis berada di samping ruanganku sehingga saat si Parjo lewat, keringatnya yang baunya menusuk sempat tercium olehku. Fantasiku kian menggelora begitu mengendus aroma keringatnya itu.

Aku segera mencari akal bagaimana caranya agar si Parjo mendekatiku. Akhirnya aku punya akal untuk menyuruhnya membersihkan ruanganku yang sengaja kubuat berantakan. Ini kumaksudkan agar Parjo berada dekat denganku dan aku bisa terus mengendus keringatnya yang seksi itu.

Dengan patuh akhirnya Parjo datang juga ke ruanganku dan mulai membereskan tempatku yang memang berantakan. Aku masih tetap membuka situs ngeres ini sambil menghirup aroma keringatnya yang semakin menyengat saat ia mulai bekerja. Aku sempat meliriknya saat ia mencuri-curi pandang ke arah pahaku yang setengah terbuka. Aku memang memakai rok pendek sehingga pahaku yang putih jenjang kelihatan sangat indah dan sangat kontras dengan rok pendekku yang berwarna gelap. Parjo memalingkan wajahnya dengan malu saat kutangkap basah mencuri-curi pandang ke arah pahaku.

Aku tetap pura-pura sibuk melihat monitor sambil membaca cerita erotis yang tersaji di depanku. Parjo yang sedang berjongkok membersihkan kolong mejaku tampak berhenti bergerak. Dengan sudut mataku kulihat ia sedang memperhatikan kedua pahaku dari kolong mejaku. Kubiarkan saja hal itu terjadi. Iseng-iseng aku menggodanya agar ia pusing sendiri melihat keindahan pahaku.

Aku tidak menduga kalau ternyata Parjo seberani itu. Tiba-tiba aku merasa ada benda hangat menyentuh pahaku yang setengah terbuka. Aku tercekat mendapati ia senekat itu, padahal sempat kudengar masih ada suara orang lain yang sedang bercakap-cakap di ruang sebelah. Ternyata masih ada dua orang kolegaku yang belum keluar. Mereka sedang bersiap-siap pulang dan sedang berjalan mendekat ke ruanganku untuk pamitan. Aku tidak berani berteriak saat tangan Parjo yang nakal mulai menggerayangi pahaku dari kolong mejaku. Aku hanya berusaha mengatupkan kedua pahaku agar tangannya tidak bergerak terlalu jauh. Aku menggigit bibirku menahan geli saat tangannya yang kasar mengelus-elus paha bagian dalamku dan tangannya yang terjepit kedua pahaku berusaha bergerak-gerak ke atas.

"Mbak Linda.. Mau lembur lagi" terdengar suara Ida salah seorang staf bagian purchasing menyapaku dari luar ruangan.
"Ehh.. Ii.. Iya habis buat persiapan meeting besok" aku tergagap menjawab pertanyaannya.

Aku khawatir kalau-kalau si Ida dan Dewi yang saat itu belum pulang masuk ke ruanganku dan tahu apa yang terjadi. Yang kurang ajar lagi, ternyata tangan Parjo terus memaksa bergerak ke atas hingga aku tak mampu menahannya lagi. Kini tangannya sudah mulai meraba dan meremas vaginaku dari luar CD nylonku. Aku yang tadi sudah terangsang karena bacaan cerita ngeres semakin terangsang lagi dengan perlakuan Parjo itu.

"Kita pulang duluan ya Mbak.. Sampai ketemu besok! Salam buat Rio si kecil".

Suara Dewi sedikit melegakanku, karena kekhawatiranku kalau mereka akan nyelonong ke ruanganku tidak terjadi. Mereka berdua langsung keluar ruangan. Kini di kantor hanya tinggal aku dan Parjo yang saat itu masih sibuk meremas vaginaku dari luar CD-ku.

Aku yang sudah sangat terangsang tidak dapat menolak lagi apa yang ia perbuat. Tanpa sadar aku membuka kedua pahaku agak lebar. Mendapat angin seperti itu, jari Parjo yang nakal segera menyusup ke dalam CD-ku dan mulai mengorek-ngorek lubang vaginaku yang sudah mulai basah. Napasku sudah mulai memburu menahan gejolak yang mulai mendesak.
Konsentrasiku membaca sudah mulai hilang karena pandangan mataku mulai kabur menerima rangsangan Parjo. Kini bukan hanya tangannya yang aktif bergerilya di selangkanganku yang sedikit terbuka. Lidah Parjo pun mulai bergerak menjilati kedua pahaku sambil bersimpuh di depan kursiku. Rok pendekku dipaksanya terbuka hingga pahaku semakin terbuka.

Lidah Parjo yang panas menggelora mulai bergerak-gerak liar menyapu seluruh permukaan kulit pahaku yang sangat sensitif. Tubuhku semakin menggigil menahan geli saat lidahnya menyusuri kulit pahaku disertai dengan gigitan-gigitan kecil. Gila, Parjo rupanya tahu kalau aku sedang membuka cerita ngeres saat ia masuk dan kusuruh membersihkan ruanganku sehingga ia berani berbuat kurang ajar padaku. Aku sebetulnya tadi cuma menggoda saja. Aku tidak menduga kalau akan sejauh ini.

"Jo.. Jang.. anhh" aku mendesis tapi tidak berani berteriak karena takut kalau ada orang yang mendengar.

Namun Parjo rupanya sudah kesetanan. Pantatku ditariknya ke bawah hingga aku terduduk di ujung kursiku. Hal ini memudahkan Parjo menyingkap rokku dan menarik CD-ku hingga ke lututku. Tanpa membuang waktu, Parjo mengangkat kedua pahaku dan mementangkannya di atas kepalanya. Wajahnya menyuruk ke selangkanganku dan lidahnya menghunjam ke dalam lubang vaginaku yang sudah sangat basah. Aku tak mampu bergerak lagi. Tangannya yang kokoh memegang erat kedua pahaku hingga tak bisa lagi bergerak. Aku takut memberontak karena aku sudah duduk di ujung kursi, jadi kalau bergerak dengan keras aku mungkin bisa jatuh.

Aku hanya pasrah dan menikmati saja apa yang seharusnya tidak boleh kulakukan. Aku memang terobsesi bercinta dengan orang kasar seperti dia, namun itu hanya sebatas fantasi liarku. Aku tidak ingin mengkhianati suamiku. Desakan birahi semakin menyergapku saat lidah Parjo menyeruak masuk ke dalam lubang vaginaku dan bergerak kasar menggesek-gesek menggelitik lubang vaginaku. Lidahnya yang kasar bergerak liar semakin dalam ke dalam lubang kemaluanku. Napasnya yang menggemuruh kurasakan menghembus bibir vaginaku.

Mataku mulai berkunang-kunang menahan gejolak nafsuku yang kian meledak-ledak. Perutku sudah mulai kejang karena bibir Parjo mulai menyedot-nyedot itilku yang sudah sangat membengkak. Aku hampir saja mencapai orgasme saat tiba-tiba telepon di mejaku berdering.

"Jo.. Stop.. Stopp" Seolah-olah tersadar akan keadaanku, aku segera berteriak keras menghentikan aktivitas Parjo.
"Ma.. Maaf Bu.." ujarnya.

Mungkin karena takut aku akan berteriak, Parjo segera berhenti dan langsung keluar ruanganku serta menghilang ke dalam meeting room. Aku segera membereskan pakaianku yang acak-acakan dan mengatur napas sebelum mengangkat telepon.

"Halloo.." sapaku di telepon.
"Mah.. Ini aku Edy! Mau pulang sama-sama enggak?" terdengar suara suamiku di seberang sana.
"I.. Iya.. Aku tunggu Pah.." akhirnya aku memutuskan untuk jadi lembur hari itu.

Aku merasa bersalah dengan suamiku. Untung saja tadi suamiku menelepon hingga aku tidak berbuat terlalu jauh dengan si Parjo. Untuk menutupi rasa bersalahku sekaligus menuntaskan apa yang tadi telah dimulai oleh Parjo, malam itu aku mengajak suamiku bermain cinta. Aku melayani suamiku secara total. Kami yang biasanya bermain cinta sekali, malam itu aku meminta suamiku menyetubuhiku hingga tiga kali. Gila! Untung saja suamiku tidak terlalu curiga dengan keganjilan ini.

Abang Luar Biasa

Itubandar.Com-Cerita Mesum 2017

Hai Sin lama tak jumpa, rupanya dia Agler dia adalah atasanku waktu bekerja di kantornya.
Jujur saja saat bertemu dengannya aku agak kaku karena masih teringat akan hubungan kita yang dulu, tapi Cuma petting saja gak sampai berhubungan badan hehehe. Waktu itu kami masih belum punya pasangan jadi ya agak bebas.
“Wah mas, surprise sekali bisa ketemu mas lagi. Darimana mas tau Fresin sekarang kerja disini”. Aku sekarang kerja diperusahaan travel dibilangan Juanda.
“Tau aja, sudah berapa tahun ya kita gak ketemu. Kamu makin cantik dan sexy aja. Tadi diantar siapa, suamimu ya. Aku denger kamu dah kawin”.
“Dah nikah, mas”. “O iya ya, kawin ama nikah beda ya. Hayo apa bedanya, dulu kamu pernah aku kasi tebakan ini”.
“Tau kok jawabannya, masih inget, bedanya huruf S kan. Kalo nikah pake surat, kalo kawin buang aja S nya, pake urat”, jawabku sambil tertawa.
“Sin, kamu sibuk gak hari ini, kalo enggak mending kita jalan yuk, gak enak ngoborol disini”. Memang sih di perusahaan travel, aku kerja gak dibatasi jam, mo masuk atau enggak tidak dipersoalkan perusahaan asal kerjanya beres dan selalu mencapai target tugasnya.
“Enggak sibuk kok mas, kemarin tugasku untuk bulan ini dah selesai semuanya. Sekarang malah bingung mo ngerjain apa”.
“Ya udah, aku yang ngerjain kamu ya”.
“Ih si mas, makin genit aja”. Dia mengajakku ke bilangan ancol, ke pasar seni. Pagi gini pasar seni di Ancol sepi, ya siapalah yang pagi-pagi mo kencan.
Kami jalan-jalan aja menelusuri sanggar para artis yang penuh bertaburan disitu. Dia merangkul tanganku, susur banget sepertinya.
“Sin, napa sih engkau keluar. saya kehilangan kamu”.
“Ya gimana lagi raka. Fresin kendi dipanggil kepala, ditegur olehkarena itu terlalu mendalam ama raka. Sepertinya terdapat yang lapor ke kepala deh raka, gak tau siapa, urusan kita petting di mobil ditempat parkir ketika tersebut. Fresin meleng, jadi mengambil brenti deh. Mas agaknya, ngajakin petting kok diparkiran, ya keliatan orang lah”.
“Abis dah ngebet tetapi kamu gak mau urut-urutan ama saya after office hour”. “Sekarang mas emangnya gak dicariin bos, pagi2 dah ngelayap ama Fresin”.
“Gak, seharusnya aku terdapat seminar, tetapi aku mbolos aja, ikutnya besok saja, lagian wujud hari mula-mula ngebosenin sungguh, aku dah tau isinya”. cerita perselingkuhan terbaru
“Terus member mo ngapain disini mas”.
“Kita ngelanjutin yang lepas yuk Sin”.
“Ngapain, petting dimobil lagi”.
“Ya tak lah, kendi disini terdapat motel, member kesono yuk”. Aku agaknya nurut saja diajak di motel. Mobilnya masuk kegarasi dan rolling doornya ditutup petugas pondok. Aku nurut aja digandeng masuk kemotelnya.
Belum tahu aku di motel sebelomnya. Ruangannya akur standard ruang hotel lah, cuma terdapat cermin raksasa yang dipasang disebelah tilam.
“Besar besar sih cerminnya mas”. “Iya biar member bisa ngeliat diri swasembada kalo lagi maen”.
“Maen apaan mas”. ceritasexterbaru. net Dia bukan menjawab olehkarena itu petugas visibel lagi memohon biaya kontrak kamar. Dia membereskannya, saya duduk pada kursi yang ada dikamar. Dia memungut minuman daripada lemari es, menolak kalengnya, membenamkan sedotan serta memberikannya di aku.
“Sin, enak gak kawin”, tanyanya. cerita perselingkuhan ibu rumah tangga
“Enak apaan, suami Fresin cepet raka, baru merasuk sebentar dah keluar”, jawabku.
“Kasian deh kamu, jajal kamu lepas gak menongol, kamu gak kecewa diantaranya sekarang deh”, katanya lagi.
“Emangnya raka lama akur kalo maen”. “Dulu engkau aku mengajak maen gak mau, jadilah kita terus-menerus petting dimobil. Eee ketauan lagi.
Saya kan dah napsu sungguh Sin, kalo udah napsu kan seharusnya terus maen supaya gak jadi odol”, katanya serta tersenyum.
“Apanya yang oleh karena itu odol”, tanyaku gak ngerti.
“Kalo udah napsu, langsung gak dikeluarin kan lama2 bisa jadi odol didalem”, jawabnya sambil tertawa.
“Dasar”, jawabku sambil mengubit pinggangnya. “Dulu kan pacarannya pasfoto doang”, katanya lagi.
“Kok surat keterangan foto”, tanyaku gak ngerti. “Iya, yang dipegang kendi cuma segi keatas diantaranya pasfoto, gitu”, jawabnya. “Ya dimobil mo gimana lagi, kan raka juga ngeraba-raba sampe kebawah juga sampe cd Fresin basah lepek.
Mas ndiri udah nikah” jawabku menyesatkan pembicaraan. “Kamu sampe becek, wah keselesaan dong.
Saya masih swasembada, menclok daripada satu sekar ke sekar lain”, jawabnya. “Terus di semua sekar mas mengambil kenikmatan dong”, tanyaku lagi. cerita cerita perselingkuhan
“La sungguh lah, soalnya kalo dapat kan nikmat”, jawabnya.
“Terus mas dikasi”, tanyaku lebih jelas. “Seringnya agaknya dikasih, kalo sekarang saya minta di kamu dikasih gak Sin, Kamu kendi jablay”, katanya sambil memelukku. Wajahnya beserta sangat lambat-lambat didekatkan wajahku.
Tanpa menyukai jawabanku, dia nekat menyedot bibirku beserta penuh napsu. Aku terpesona tapi bukan menolak sekiranya menyambut ciumannya, tangannya lekas menyambar toketku dan diremas2nya dengan marah.
“Sin, katanya lagi “aku pengen ngent0t sama kamu”, katanya terbuka sambil langsung meremes-remes toketku. Kancing bajuku mulai dibukanya satu persatu, kemudian tangannya merogoh merasuk kedalam braku.
Toketku tepat diremesnya lagi, jari2nya lantas memlintir pentilku. Aku sebagai terangsang olehkarena itu ulahnya. “Ah, mas lacur ih”, kataku manja.
“Tapi kamu tenteram kan diremes2 begini. Saya pegang non0k kamu akur Sin, udah kepengin nih aku”, katanya sambil merintis retsluiting celanaku. cerita perselingkuhan ibu
Dia bukan menunggu permisi dari saya tapi tepat action sekadar. Aku merelakan tindakannya. Celanaku malah diplorotkan sampe kepaha sehingga kelihatanlah CDku yang tipis serta minim. Beserta penuh napsu langsung tangannya menerobos di sela2 pahaku dan menyapu non0kku yang masih dibalut CD.
“Sin udah becek banget non0k kamu, engkau udah napsu ya, jembut kamu meruah banget Sin, nggak luar biasa napsu engkau cepet sungguh basahnya, napsu kamu besar”, katanya lagi. Aku salah tingkah apakah merelakan dia mengent0ti aku / tidak, di hati agaknya aku kepengen ngerasain kesedapan ketika dient0t.
Akhirnya saya membiarkan dia meraba segala tubuhku. Saya buka retsluiting celananya pula, menurunkan celananya, kemudian saya merogoh merasuk CDnya, wow kont0lnya ternyata lebih raksasa dan kian panjang daripada kont0l suamiku, ngacengnya sudah biasa keras sungguh.
“Gede besar Kont0l mas” kataku. “Emangnya kamu belum pernah ngerasain Kont0l segede punyaku”, jawabnya bangga.
cerita perselingkuhan di kantor
“Gak segede Kont0l mas”, jawabku terus terang. “Wah kalo gitu non0k engkau masih mepet dong, terus-menerus kelewatan kont0l yang kecil. Engkau mau kendi aku ent0t”, katanya serta tertawa. Kont0lnya tergolong raksasa juga, keker, melengkung keatas dan urat-uratnya nonjol-nonjol.
“Wah! … tentu cewek raka ngejerit kalo mas ent0t dong”.
“Iya, ngejerit keselesaan. sebentar lagi kamu pula jerit-jerit, putri yang jembutnya lebat sugih kamu kendi binal sungguh kalo lagi dient0t”, jawabnya. Baju serta celanaku dilepaskan dan dia langsung sekadar meremas2 meleset toketku.
Nggak lama lantas braku sudah biasa dilepasnya. Dia mencium keningku, kemudian mataku. Aku tertutup menikmati ciuman dan remasannya ditoketku. Ciumannya turun ke hidungku, pipiku dan akhirnya mendarat di bibirku.
Nafasku mulai agak memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yang hangat. Dia mengarahkan mulutnya ke leherku, ke pundak, lalu turun ke toketku yang sudah mengeras. Dia memainkan lidahnya dipentilku yang juga sudah mengeras, yang kiri dan kemudian yang kanan.
“Aah enak”, kataku terengah karena napsuku yang sudah berkobar2. Dia terus menciumi pentilku, kemudian turun ke perutku dan menciumi puserku, aku selalu kegelian kalo puserku dicium. Sambil mencium puserku, tangannya nyelip ke balik CD mini ku dan meraba non0kku. otomatis pahaku mengangkang supaya dia mudah mengakses non0kku. cerita ngesek perselingkuhan
“Sin, ni jembut, lebat amat, ” katanya sambil mengelus2 jembutku. Kemudian jarinya terbenam dinon0kku dan terus mengilik2 it1lku. “Sin non0kmu udah basah banget, kamu udah napsu sekali ya”, katanya.
Aku tidak menjawab perkataannya hanya mengerang keenakan karena kilikan jarinya ke it1lku makin cepat. Mulutnya kemudian menciumi jembutku dan kemudian lidahnya menggantikan fungsi jarinya mengilik it1lku.
Aku semakin tidak dapat menahan napsuku dan eranganku semakin keras. Dia langsung meremas kedua toketku dan memlintir2 pentilku. “Fresin udah pengen dient0t nih, masukin dong kont0l mas”, kataku minta.
Lidahnya terus saja menjilati it1lku sehingga kembali aku mendesah keenakan. “Aah enak banget, padahal baru dijilat. Apalagi kalo disodok pake kont0l gede mas, lebih enak lagi, ayoo dong Fresin udah gak tahan nih”, aku terus merengek2 minta segera dient0t. cerita perselingkuhan wanita
Dia merebahkan aku diranjang. Dia segera memposisikan dirinya kedekat kepalaku“Sin, aku pengen ngerasain dulu diemut sama kamu”, katanya sambil mendekatkan kont0lnya ke mulutku. Segera kugapai CDnya, kuplorotkan, kemudian kont0lnya yang sudah ngaceng dan melengkung keatas kumasukan kedalam mulutku.
Langsung kuemut dengan keras. Dia mendorong kont0lnya keluar masuk pelan ke mulutku sambil mendesis. Aku emut kont0lnya terus.
“Sin diemut mulut kamu aja nikmatnya kaya begini, apalagi kalo diemut non0k kamu ya”, katanya sambil mempercepat enjotan kont0lnya keluar masuk mulutku.
“Sin, aku ngecret dimulut kamu ya”, katanya.
“Jangan, dinon0k Fresin aja, Fresin udah pengen ngerasain kont0l mas keluar masuk non0k Fresin”, jawabku. Dia melepaskan semua pakaiannya dan kemudian menarik CDku sampe lepas, kami sudah bertelanjang bulat. cerita perselingkuhan istriku
Dia memposisikan tubuhnya diantara kedua pahaku dan mengarahkan kont0l gedenya ke non0kku. Aku rasakan kepala kont0lnya mulai masuk perlahan, ditekannya lagi sedikit sehingga kont0lnya mulai menyeruak sdikit2 ke dalam non0kku.
Bentuknya yang melengkung keatas membuat titik sensitif didalem non0k ku tergesek2 kont0lnya, membuat aku menggelinjang gak karuan. Perlahan tapi pasti kont0lnya nancep makin dalam ke non0kku.
Kurasakan non0kku udah mulai basah karena gesekan kont0lnya yang hampir masuk semua itu. Akhirnya dia mendesakkan kont0lnya dengan cepat dan tiba-tiba sehingga nancap semuanya di non0kku. “ssshhhhh….. ”, erangku sambil terpejam.
Dia mulai mengenjot kont0lnya keluar masuk non0kku dengan cepat dan keras. Aku merasakan nikmat yang luar biasa karena gesekan yang makin sering di titik sensitif di dalam non0kku. Aku mulai memundur-majukan pantatku, sebentar kuputar goyanganku kekiri, lalu kekanan, memutar, mengiringi enjotan kont0lnya di non0kku.
Aku meremas rambutnya, sesekali badannya kupeluk erat2. Tubuhku dan dia berkeringat, namun aku tidak perduli karena sedang merasakan nikmat. Dia terus mengenjotkan kont0lnya dengan cepat dan keras. cerita perselingkuhan bergambar
Aku merasa sudah mau nyampe, “cepetean ngenjotnya, lebih keras lagi, enak banget kont0l mas”, Kakiku kuangkat ke atas melingkari pinggangnya sehingga rasanya kont0lnya nancep makin dalem di non0kku.
Akhirnya“aahhhh”, kurasakan non0kku menegang dan mengejut-ngejut menjepit kont0lnya. “Sin, non0kmu nikmat bangetnya bisa ngempot, baru kali ini aku ngerasain empotan non0k senikmat empotan kamu”, katanya sambil terus mengenjotkan kont0lnya.
“Aaahhhhh…. gila…. ini nikmat sekali… “, dia menancapkan kont0lnya sedalam2nya ke non0kku dan ngecretlah pejunya. Terasa pejunya muncrat beberapa kali dalam non0kku, pejunya muncrat banyak sekali. Aku terkulai lemes, kupeluk dia“Sin, enak banget ngent0t sama kamu, rasanya beda sama cewek lainnya yang pernah kuent0ti”, katanya. cerita mesum perselingkuhan
“Fresin juga nikmat, abis kont0l mas gede banget. Fresin pengen lagi deh”. Dia mencabut kont0lnya, danmenghidupkan TVnya, ternyata motelnya menanyangkan film biru, perempuan dengan wajah asia sedang nungging dient0t sama bule. kont0l si bule yang besar dan panjang keluar masuk non0k sicewek, dan ceweknya ber ah uh, seperti lazimnya film biru.
Aku kembali terangsang melihat tayangan itu. Aku merapatkan badanku ke badannya, toketku sebelah kiri udah nempel di badannya. kont0lnya kuraba, ternyata sudah ngaceng lagi dengan kerasnya.
Dia membalas meremes toketku sambil mencium bibirku. Dia mulai menciumi toketku dan menghisap pentilku. Tangan satunya menjalar kebawah dan mengkilik2 non0k dan it1lku. Aku merintih2 karena napsuku sudah naik lagi. Kont0lnya yang sudah keras sekali kuremes2 dan kukocok2.
Dia memutar badannya ke posisi 69 dan mulai menjilati non0k dan it1lku diantara pahaku yang sudah mengangkang lebar2. Jembutku dielus2nya sambil terus mengemut it1lku. Aku sudah tidak dapat menahan napsuku yang sudah berkobar2. kont0lnya segera kuemut2.
Akhirnya aku mengambil inisiatif menaiki badannya, menduduki kont0lnya sehingga kont0lnya kembali menyusup ke dalam non0kku, kutekan dengan keras sehingga sebentar saja kont0lnya sudah nancep semuanya ke non0kku. cerita perselingkuhan dengan tetangga
Aku mulai mengenjot kont0lnya dengan menaik-turunkan pantatku. kont0lnya keluar masuk non0kku seirama dengan enjotan pantatku. Aku udah nggak tahan lagi, sehingga enjotanku makin cepet dan keras. Toketku diremas2nya, dan pentilku terkadang diemut2nya.
“Fresin dah mau nyampe, enak banget kont0l mas deh”, erangku dan akhirnya aku ambruk diatas badannya. Terasa non0kku kedutan meremes2 kont0lnya. Dia segera berguling sehingga aku telentang dibawahnya.
Dia meneruskan permainan dengan mengenjotkan kont0lnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Nikmat sekali, baru nyampe sudah dienjot dengan keras. Dia terus saja mengenjot non0kku dengan cepat dan keras,
“Sin, tadi empotan non0kmu kerasa banget deh. Nikmat banget deh Sin ngent0t sama kamu”. Nggak lama lagi akhirnya dia pun hampir nyampe, “Sin keluarin sama2 ya, aku hampir ngecret nih”. Aku tidak menjawab, kakiku melingkari pinggangnya dan kuteken keras2 sehingga kont0lnya nancep dalem sekali di non0kku, sampai akhirnya aku bergetar karena nyampe lagi“nikmat banget, teken yang keras dong”.
Dia mengenjotkan kont0lnya sedalam2nya di non0kku dan melenguh“Sin, aku ngecret”. Terasa pejunya muncrat beberapa kali didalam non0kku. perselingkuhan cerita
Oh nikmat banget rasanya, lemes banget badanku, aku memeluk dia erat2, dan dia akhirnya berbaring disebelahku, kont0lnya berlumuran peju dan cairan non0kku. “lemes banget deh Fresin, ngent0t sama mas menguras tenaga ya”, kataku.
“Ya udah, tidur aja dulu, nanti bangun tidur kita ngent0t lagi”, jawabnya sambil memelukku.
Karena lelah, aku tertidur dipelukannya. Aku tidak tau berapa lama tertidur dipelukannya. Ketika aku terbangun, dia sedang memandangi wajahku yang masih ngantuk itu. “Sin, kamu cantik sekali kalo sedang tidur, sayangnya kamu bukan istriku ya”.
“Enggak jadi istri tapi kan udah melayani napsunya mas”, jawabku tersenyum. Dia bangun dan masuk kamar mandi, keluar dari kamar mandi, dia membawa gayung, sabun dan handuk. Dia mulai membersihkan non0kku yang belepotan pejunya dan lendirku sendiri.
Setelah bersih, dia masuk ke kamar mandi lagi, terdengar suara air yang dibuang dan keran yang dibuka. Tak lama kemudian dia keluar dari kamar mandi membawa gayung yang tadi, lengkap dengan sabun dan handuk.
cerita perselingkuhan sampai hamil
Rupanya dia mengganti air digayung. Dia duduk disebelahku dan mulai menyeka wajahku, terus kebawah, ke toketku, perutku, non0kku lagi, pahaku sampai ke telapak kakiku.
Aku jadi merinding, apalagi ketika toket, puser, non0k dan pahaku dielus2nya dengan handuk basah. Apalagi ruangan dingin karena AC tetap menyala.
Aku hanya terpejam saja, menahan gelinya usapan handuk. Selesainya dia berkata, “Gantian dong”. Aku segera membuang air yang ada digayung dan mengisinya dengan air yang baru.
Aku kembali ke tempat tidur dan mulai mengelap wajah, leher, dada dan perutnya dengan handuk basah. kont0lnya kukocok2 dan kepalanya kuemut2. cerita perselingkuhan tetangga
“Enggak dilap malah diemut”, katanya. Aku tidak menjawab karena kepalaku sedang mengangguk2 sehingga kont0lnya keluar masuk di mulutku. Cukup lama aku mengemut kont0lnya, sampe pelan2 kont0lnya mulai mengeras lagi.
Segera kont0lnya kukocok2 dengan cepat sehingga ngaceng sempurna. “sudah siap tempur lagi nih kont0l mas, kuat banget sih mas, dah ngecret 2 kali masih aja ngacengnya keras gini”. Dia tidak menjawab, tapi segera memeluk dan mencium bibirku. Tangannya segera meremas2 toketku dan kemudian kembali mengilik2 it1lku.
Dia tau bahwa napsuku akan cepat berkobar kalo it1lku dikilik2, dia benar – nggak lama kemudian aku sudah napsu kembali dan pengen segera dient0t. “Fresin udah pengen ngerasain kont0l mas keluar masuk non0k Fresin lagi, masukin dong”, aku merengek2.
Dia akhirnya menaiki aku dan segera menancapkan kont0lnya ke non0kku. Nikmat banget rasanya tatkala kont0lnya yang besar itu segera memadati non0kku sebab sudah nancep semuanya kedalam non0kku. Dia mulai mengenjot kont0lnya pulang balik non0kku secara cepat & keras.
Aku mulai mengerang2 keenakan. Pantatku bergerak kekiri dan kekanan mengimbangi enjotan kont0lnya. Toketku diremas2nya secara kedua tangannya, dia tegak dengan sikutnya, hal itu menambah rangsangan buatku.cerita hubungan perselingkuhan
“Akhhh… Oukkkhhh” seruku kesenangan. Dia memelukku erat & mempercepat enjotan kont0lnya, makin lama makin cepat & keras. Aku tidak bisa menahan serangannya lagi, jadi akhirnya aku melolong
“Fresin nyampe lagi, nikmat luar biasa ngent0t tentu mas deh”. non0kku terasa berdenyut2 menekan kont0lnya jadi dia kendati meringis ketenteraman “Aah Sin, empotan non0k kamu kerasa banget. kont0lku kaya lumayan diemut & diremes.
Empotanmu hebat luar biasa Sin”. Dia mencabut kont0lnya dari non0kku, aku ditunggingkannya dan dia menancapkan kont0lnya ke non0kku dengan rusuh, sekali enjot kont0lnya telah masuk seluruh. Kemudian dia mulai lagi mengenjot non0kku dari besok.
Aku nelungkup ke alas menahan mereguk nikmat yang luar biasa tatkala dienjot kont0lnya. Dia memiliki pantatku lalu mengenjotkan kont0lnya dengan lekas dan rusuh. Aku nggak tahan untuk nyampe lagi, luar biasa enjotannya yang begitu mengompori aku jadi aku lekas sekali nyampe.
“Fresin target nyampe lagi, aakh”, seruku dan aku ambruk ke tempat tidur. “Sin, kamu cepet banget nyampenya, aku belum kerasa target ngecret”, katanya. “Abis kont0l mas senang banget, mas pinter luar biasa ngenjotnya, dapat ngilik titik sensitif Fresin. Terusin aja sampe mas ngecret lagi dinon0k Fresin”, jawabku. cerita perselingkuhan terpanas
Dia menelentangkan ku dan cepat dinaikinya tubuhku. kont0lnya balik ambles dinon0kku dan dia mulai mengenjotkan keluar masuk secara cepat. Kalo ditekan, kont0lnya ambles seluruh di non0kku, ooh nyaman banget agaknya.
Dia secara perkasa terus mengenjotkan kont0lnya keluar masuk. Sesudah ngecret 2 kali dinon0kku, ternyata dia bisa menetap lebih lambat. Kadang kont0lnya dicabut dari non0kku, & sebentar lalu ditancepkannya balik dengan rusuh sehingga secara sekali sodok langsung nancep semuanya ke non0kku. “nikmat benget enjotan mas yang barusan, terus, yang keras”, aku merintih2. Dia menyerahkan cara enjotannya.
Aku balik berteriak2 ketenteraman. Aku menggoyangkan pinggulku kekiri dan kekanan,. ketika kont0lnya dicabut, pantatku refleks membawa keatas untuk mencegah kont0lnya lepas dari non0kku. Dia mengubah selaku enjotannya, sehabis menjotkan kont0lnya hingga menyerap semua, dia menarik kont0lnya separuh kaum kali lalu digentakkannya balik sehingga nancep kebagian menyimpangkan dalam dari non0kku. “Aaakh, makin lambat dient0t mas makin nyaman rasanya, Fresin lemes luar biasa deh”, kataku kepayahan.
Dia terus menjatuhkan non0kku secara cara itu. Kemudian dia memelukku erat2, menciumi roman dan bibirku. kont0lnya tidak dienjotkan sebab sudah nancep dalam amat, tetapi digerak2kan. Lebih nyaman lagi agaknya karena seakan2 kont0lnya lumayan menggaruk2 non0kku. “pinter luar biasa sih mas kasih kesenangan sama Fresin”, teriakku. cerita birahi perselingkuhan
Dia mulai lagi mengenjotkan kont0lnya keluar masuk secara keras & cepat. Aku menggeliat2 ketenteraman sambil mengerang2. Aku merapatkan kakiku ke pinggangnya, supaya dia semata-mata bisa mengeluar-masukkan kont0lnya ke non0kku tanpa bisa mencabutnya.
“Sin, aku udah target ngecret”, walhasil dia turun-naik. Kakiku yang melingkar dipinggangnya kuturunkan, aku mengangkang selebar2nya karena aku yakin dia akan mengenjotkan kont0lnya lebih cepat & keras lagi.
Dia secara terengah2 terus mengenjot non0kku, sampai akhirnya“Sin, aku ngecret”. Terasa pejunya muncrat kaum kali pada non0kku, & bersamaan secara itu akupun nyampe lagi “aakh nyaman banget ari ini, mas luar biasa amat sehingga Fresin nyampe 3 kali segar mas ngecret”. non0kku terasa berdenyut2 meremas2 kont0lnya.
Keringatku bercampur secara keringatnya yang membanjir walaupun AC pada kamar menyorot. Setelah aktivitas jantung balik normal, kita masuk lubang mandi & membersihkan muncul. Dia menelpon room service pesan menjarah.
Tidak lambat kemudian, pesanannya datang. Aku segera menyerap ke lubang mandi & dia secara hanya balutan handuk order dan menutup pesanan santapan itu. Sesudah itu, cepat makanan kusantap dengan lahap.
Sehabis menjarah aku menyerap kekamar membasuh membersihkan muncul. “Sin, ngapain bebersih, kan sebentar lagi keringatan lagi”, katanya dari ranjang. Tatkala keluar dari kamar membasuh, dia telah berbaring dalam ranjang lalu mengelus2 kont0lnya. Aku tergelimpang disebelahnya & segera mengelus2 kont0lnya juga. cerita bokep perselingkuhan
Dia mendiamkan aku mengelus2 kont0lnya, kuremas2 dan mulai dari kukocok2. Nggak lama lalu kont0lnya mulai dari mengeras. Dia mulai menyerang bibirku secara napsu, toketku pun diremas2nya dengan muram. Perlahan dia mulai menciumi toketku, pentilku menjadi bahan emutannya, aku mendesah2 ketenteraman.
“Terus dong, enak”, erangku. Bibirnya terus menjelajah kebawah, ke non0kku. Pahaku dikangkangkannya, sehingga potongan non0kku merajang. Dia mulai dari menjilati non0kku yang telah basah.
Aku tambah melenguh2 ketika it1lku menjadi bahan jilatannya yang berikut. “enak banget, Fresin dah napsu nih.
Dient0t dong”, pintaku. Dia tidak memperdulikan eranganku, malah it1lku diemutnya, provisional tangannya langsung meremas2 toketku dan memlintir2 pentilku. Stimulan yang saya terima sebelum itu makin besar oleh karena itu akhirnya saya tidak siap menahan diriku lagi, “Fresin nyampe aah”.
“Cepat sungguh Sin, belum dient0t”, jawabnya. Aku terkelepai lemas olehkarena itu sudah nyampe, kont0lnya lekas kuremas2 lagi. Dia meleset mencium bibirku dengan pemberang, aku menyimpulkan ciumannya. Lidahku segera menggulung lidahnya serta dia mencucut lidahku yang masuk kemulutnya.
Toketku langsung diremas2nya. “Sin, isep kont0lku dong”, pintanya, segera sekadar aku merubah posisi serta mulai menjilati kont0lnya yang sudah muluk banget ngacengnya. Kepala kont0lnya mulai kuemut dan tidak lama lantas kepalaku start mengangguk2, mengeluar masukkan kont0lnya ke mulutku.
Gilirannya yang melenguh, “Enak banget Sin”. non0kku yang berasa deket mulutnya meleset menjadi korban, Lidahnya lekas menyerbu merasuk dan start menjilat it1lku lagi. Napsuku dengan segera berkobar meleset.
Aku direbahkannya dan tubuhnya langsung menindihku sembari menciumi bibirku. kont0lnya diarahkan terlintas berada jelas di depan muncung non0kku, digosok-gosokkannya kont0lnya pada lipatan non0kku.
Sensasinya luar biasa mengenakkan, saya memeluknya menjelang sekali serta terus mengerang nikmat. non0kku semakin becek dan permulaan kont0lnya yang besar mengasak masuk di dalam non0kku.
Aku menjadikan kedua kakinya hingga selakanganku lebih terhalang sehingga kont0lnya dengan senggang menerobos merasuk non0kku. Saya mengeluh, “Aduh.., enak sungguh deh”.
Ketika itu kont0lnya telah merasuk semua, dia diam sejenak dan lantas dengan permulaan mulai mengenjotkan kont0lnya mencoang-coang, semakin lelet semakin sesak hingga menganeksasi non0kku sampe mentok.
Dia terus mengenjotkan kont0lnya beserta penuh napsu sambil melumat habis bibirku dan mengepal toketku yang mengeras. Ciumannya mulai sepi ke leherku, aku mendesah kenikmatan. “Fresin hampir.. ” aku makin mendesah nggak karuan.
Dia tidak memperdulikan eranganku, kont0lnya terus dienjotkan keluar masuk non0kku dengan muluk dan segera. Aku langsung mendesah desah, sementara enjotan kont0lnya makin cepat sekadar kedalam non0kku.
“Fresin rencana nyampe lagi.. Ahh.. ”, rintihku. “Aku juga Sin.. ”, balasnya. Enjotannya dipercepat dan kesudahannya pejunya melancut memenuhi non0kku. Bersamaan beserta itu, saya mengejang keselesaan.
Aku nyampe berbarengan beserta dia. non0kku terasa berdenyut2 meremas2 kont0lnya. “Enak sungguh Sin”, erangnya. Aku dipeluknya sambil menyedot keningku, kon tolnya tetap tertanam pada non0kku mencapai berbatas mengecil beserta sendirinya. Dia akhirnya melepaskan kont0lnya. Tilam telah luar biasa basah sama cairan abdi berdua.
Dan kemudian kami berdua kembali menebas diri, berpakaian dan melihat out. Sangat napsu serta kekuatan dia, aku lemes banget deh.