"Selamat malam Pak.." sapa seseorang agak mengagetkanku. Aku menoleh,
ternyata Lia sekretarisku yang menyapaku. Dia datang bersama
tunangannya. Tampak sexy dan cantik sekali dia malam itu, disamping juga
anggun.
Berbeda sekali jika dibandingkan saat aku sedang menikmati tubuhnya,..
Liar dan nakal. Dengan gaun malam yang berdada rendah, belahan buah
dadanya yang besar tampak menggoda. "Malam Lia" balasku. Mata Jason tak
henti-hentinya menatap Lia, dengan pandangan kagum. Lia hanya tersenyum
manis saja dilihat dengan penuh nafsu seperti itu. Tampak dia menjaga
tingkah lakunya, karena tunangannya berada di sampingnya. Kamipun lalu
berbincang-bincang sekedarnya. Lalu akupun permisi hendak menyapa para
undangan lain yang datang, terutama para klienku. "Malam Pak Robert.."
seorang wanita cantik tiba-tiba menyapaku. Dia adalah Santi, istri dari
Pak Arief, manajer keuangan di kantorku. Mereka baru menikah sekitar
tiga bulan yang lalu. "Oh Santi.. Malam" kataku "Pak Arief dimana?"
"Sedang ke restroom.. Sendirian aja Pak?" tanyanya. "Sama teman" jawabku
sambil memandangi dia yang malam itu tampak cantik dengan gaun malamnya
dengan anggun. Belahan gaunnya yang tinggi memamerkan pahanya yang
putih menggiurkan. Dadanya walaupun tak sebesar Lia, tampak membusung
menantang. "Makanya, cari istri dong Pak.. Biar ada yang nemenin"
katanya sambil tersenyum manis. "Belum ada yang mau nih" "Ahh.. Bapak
bisa saja.. Pasti banyak banget cewek yang mau sama bapak.. Kalau belum
married saya juga mau lho.." jawabnya menggoda. Memang Santi ini rasanya
punya perasaan tertentu padaku. Tampak dari cara bicaranya dan cara dia
memandangku. "Oh.. Kalau saya sih mau lho sama kamu biarpun kamu sudah
married" kataku sambil menatap wajahnya yang cantik. "Ah.. Pak Robert..
Bisa aja.." jawabnya sambil tersipu malu. "Bener lho mau aku buktiin?"
godaku "Janganlah Pak.. Nanti kalau ketahuan suamiku bisa gawat"
jawabnya perlahan sambil tersenyum. "Kalau nggak ketahuan gimana.. Nggak
apa khan?" rayuku lagi. Santi tampak tersipu malu. Wah.. Aku mendapat
angin nih.. Memang aku sejak berkenalan dengan Santi beberapa bulan yang
lalu sudah membayangkan nikmatnya menyetubuhi wanita ini. Dengan kulit
putih, khas orang Bandung, rambut sedikit ikal sebahu, bibir tipis, dan
masih muda lagi. Dia baru berumur 24 tahunan."Gimana nih setelah kawin..
Enak nggak? Pasti masih hot y. "Godaku lagi. "Biasa aja kok Pak..
Kadang enak.. Kadang nggak.. Tergantung moodnya" jawabnya lirih. Dari
jawabannya aku punya dugaan bahwa Pak Arief ini tidak begitu
memuaskannya di atas tempat tidur. Mungkin karena usia Pak Arief yang
sudah berumur dibandingkan dengan dirinya yang masih penuh gejolak
hasrat seksual wanita muda. Pasti jarang sekali dia mengalami orgasme.
Uh.. Kasihan sekali pikirku. Tak lama Pak Ariefpun datang dari kejauhan.
"Wah.. Pak Arief.. Punya istri cantik begini kok ditinggal sendiri"
kataku menggoda. Santi tampak senang aku puji seperti itu. Tampak dari
tatapan matanya yang haus akan kehangatan laki-laki tulen seperti aku
ini. "Iya Pak.. Habis dari belakang nih" jawabnya. Tatapan matanya
tampak curiga melihat aku sedang mengobrol dengan istrinya yang jelita
itu. Mungkin dia sudah dengar kabar akan ke-playboyanku di kantor. "Ok
saya tinggal dulu ya Pak Arief.. Santi" kataku lagi sambil ngeloyor
pergi menuju tempat hidangan.Aq punmenyantapnya nikmat. Maklum perutku
sudah keroncongan, terlalu banyak basa-basi dengan para tamu undangan
tadi. Kulihat si Jason masih ngobrol dengan Lia dan tunangannya. Ketika
aku mencari Santi dengan pandanganku, dia juga sedang mencuri pandang
padaku sambil tersenyum. Pak Arief tampak sedang mengobrol dengan tamu
yang lain. Memang payah juga bapak yang satu ini, tidak bisa
membahagiakan istrinya. Santi kemudian berjalan mengambil hidangan, dan
akupun pura-pura menambah hidanganku. "San.. Kita terusin ngobrolnya di
luar yuk" ajakku berbisik padanya "Nanti saya dicari suami saya gimana
Pak.." "Bilang aja kamu sakit perut.. Perlu ke toilet. Aku tunggu di
luar"Kataku sambil menahan nafsu melihat lehernya yang putih jenjang,
dan lengannya yang berbulu halus Tak lama Santipun keluar ruangan
resepsi menyusulku. Kamipun pergi ke lantai di atas, dan menuju toilet.
Aku berencana untuk bermesraan dengan dia di sana. Kebetulan aku tahu
suasananya pasti sepi. Sebelum sampai di toilet, ada sebuah ruangan
kOsong,, sebuah meeting room, yang terbuka. Wah kebetulan nih, pikirku.
Kutarik Santi ke dalam dan kututup pintunya. Tanpa basa-basi lagi, aku
cium bibirnya yang indah itu. Santipun membalas bergairah. Tangankupun
bergerak merambahi buah dadanya, sedangkan tanganku yang satu mencari
kaitan retsleting di belakang tubuhnya. Kulepas gaunnya sebagian
sehingga tampak buah dadanya yang ranum hanya tertutup BH mungil
berwarna krem. Kuciumi leher Santi yang jenjang itu, dan kusibakkan cup
BHnya kebawah sehingga buah dadanya mencuat keluar. Langsung kujilati
dengan rakus buah dada itu, aku hisap dan aku permainkan putingnya yang
sudah mengeras dengan lidahku. "Oh.. Pak Robertt.." desah Santi sambil
menggeliat. "Enak San.." "Enak Pak.. Terus Pak.." desahnya lirih.
Tangankupun meraba pahanya yang mulus, dan sampai pada celana dalamnya.
Tampak Santi sudah begitu bergairah sehingga celananya sudah lembab oleh
cairan kewanitaannya. Santipun kemudian tak sabar dan membuka kancing
kemeja batikku. Dicium dan dijilatinya putingku.. Lalu terus ke bawah ke
perutku. Kemudian dia berlutut dan dibukanya retsleting celanaku, dan
tangannya yang lentik berbulu halus itu merogoh ke dalam mengeluarkan
kemaluanku dari celana dalamnya. Memang kami sengaja tidak mau telanjang
bulat karena kondisi yang tidak memungkinkan. "Ohh.. Besar sekali Pak
Robert.. Santi suka.." katanya sambil mengagumi kemaluanku dari dekat.
"Memang punya suamimu seberapa?" tanyaku tersenyum menggoda. "Mungkin
cuma separuhnya Pak Robert.. Oh.. Santi suka.." katanya tak melanjutkan
lagi jawabannya karena mulutnya yang mungil itu sudah mengulum
kemaluanku. "Enak Pak?" tanyanya sambil melirik nakal kepadaku.
Tangannya sibuk meremas-remas buah zakarku sementara lidahnya menjilati
batang kemaluanku. "Enak sayang.. Ayo isap lagi" jawabku menahan rasa
nikmat yang menjalar hebat. sementara kedua tangannya meremas-remas
pantatku. Sangat sexy sekali melihat pemandangan itu. Seorang wanita
cantik yang sudah bersuami, bertubuh padat, sedang berlutut didepanku
dengan pipi yang menggelembung menghisap kemaluanku. Terlebih ketika
kemaluanku keluar dari mulutnya, tanpa menggunakan tangannya dan hanya
menggerakkan kepalanya mengikuti gerak kemaluanku, Santi mengulumnya
kembali. "Hm.. tongkol bapak enak banget.. Santi suka tongkol yang besar
begini" desahnya. Tiba-tiba terdengar bunyi handphone. Santipun
menghentikan isapannya. "Iya Mas.. Ada apa?" jawabnya. "Lho Mas udah
pikun ya.. Khan Santi tadi usah bilang.. Santi mau ke toilet.. Sakit
perut.. Gimana sih" Santi berbicara kepada suaminya yang tak sabar
menunggu. Sementara tangan Santi yang satu tetap meraba dan mengocok
kemaluan atasan suaminya ini. "Iya Mas.. Mungkin salah makan nih..
Sebentar lagi Mas.. Sabar ya.." Kemudian tampak suaminya berbicara agak
panjang di telpon, sehingga waktu tersebut digunakan Santi untuk kembali
mengulum kemaluanku sementara tangannya masih memegang handphonenya.
"Iya Mas.. Santi juga cinta sama Mas.." katanya sambil menutup
telponnya. "Suamiku sudah nunggu. Tapi biarin aja deh dia nunggu agak
lama, soalnya Santi pengin puas dulu". Sambil tersenyum nakal Santi
kembali menjilati kemaluanku. Aku sudah ingin menikmati kehangatan tubuh
wanita istri bawahanku ini. Kutarik tangannya agar berdiri, dan akupun
tiduran di atas meja meeting di ruangan itu. Tanpa perlu dikomando lagi
Santi menaiki tubuhku dan menyibak gaun dan celana dalamnya sehingga
vaginanya tepat berada di atas kemaluanku yang sudah menjulang menahan
gairah. Santi kemudian menurunkan tubuhnya sehingga kemaluankupun
menerobos liang vaginanya yang masih sempit itu. "Oh.. My god.."
jeritnya tertahan. Kupegang pinggangnya dan kemudian aku naik-turunkan
sehingga kemaluanku maju mundur menjelajahi liang nikmat istri cantik
Pak Arief ini. Kemudian tanganku bergerak meremas buah dadanya yang
bergoyang saat Santi bergerak naik turun di atas tubuhku. Sesekali
kutarik badannya sehingga buah dadanya bergerak ke depan wajahku untuk
kemudian aku hisap dengan gemas. "Ohh Pak Robertt.. Bapak memang
jantan.." desahnya "Ayo Pak.. Puaskan Santi Pak.." Santi berkata sambil
menggoyang-goyangkan badannya maju mundur di atas kemaluanku.Setelah itu
dia kembali menggerakkan badannya naik turun mengejar kepuasan bercinta
yang tak didapatkan dari suaminya. Setelah beberapa menit aku turunkan
tubuhnya dan aku suruh dia menungging sambil berpegangan pada tepian
meja. Aku sibakkan gaunnya, dan tampak pantatnya yang putih
menggairahkan hanya tertutup oleh celana dalam yang sudah tersibak
kesamping. Kuarahkan kemaluanku ke vaginanya, dan langsung kugenjot dia,
sambil tanganku meremas-remas rambutnya yang ikal itu. "Kamu suka San?"
kataku sambil menarik rambutnya ke belakang. "Suka Pak.. Robert..
Suka..""Suamimu memang nggak bisa ya" "Dia lemah Pak.. Oh.. God.. Enak
Pak.. Ohh" "Ayo bilang.. Kamu lebih suka ngent*tin suamimu atau aku"
tanyaku sambil mencium wajahnya yang mendongak ke belakang karena
rambutnya aku tarik. "Santi lebih suka dient*tin Pak Robert.. Pak Robert
jantan.. Suamiku lemah.. Ohh.. God.." jawabnya. "Kamu suka tongkol
besar ya?" tanyaku lagi "Iya Pak.. Oh.. Terus Pak.. Punya suamiku kecil
Pak.. Oh yeah.. Pak Robert besar.. Ohh yeah oh.. God. Suamiku jelek..
Pak Robert ganteng. Oh god. Enakhh.." Santi mulai meracau kenikmatan.
"Oh.. Pak.. Santi hampir sampai Pak.. Ayo Pak puaskan Santi Pak.."
jeritnya. "Tentu sayang.. Aku bukan suamimu yang lemah itu.." jawabku
sambil terus mengenjot dia dari belakang. Tangankupun sibuk
meremas-remas buah dadanya yang bergoyang menggemaskan. "Ahh.. Santi
sampai Pak.." Santi melenguh ketika gelombang orgasme menerpanya. Akupun
hampir sampai. Kemaluanku sudah berdenyut- denyut ingin mengeluarkan
laharnya. Kutarik tubuh Santi hingga dia kembali berlutut di depanku.
Kukocok-kocok kemaluanku dan tak lama tersemburlah spermaku ke wajahnya
yang cantik. Kuoles- oleskan sisa-sisa cairan dari kemaluanku ke seluruh
wajahnya. Kemudian Santipun mengulum dan menjilati kemaluanku hingga
bersih. "Terimakasih Pak Robert.. Santi puas sekali" katanya saat dia
membersihkan wajahnya dengan tisu. "Sama-sama Santi. Saya hanya berniat
membantu kok" jawabku sambil bergegas membetulkan pakaianku kembali.
"Ngomong-ngomong, kamu pintar sekali blowjob ya? Sering latihan?"
tanyaku. "Santi sering lihat di VCD aja Pak. Kalau sama suami sih jarang
Santi mau begitu. Habis nggak nafsu sih lihatnya" Wah.. Kasihan juga
Pak Arief, pikirku geli. Malah aku yang dapat menikmati enaknya dioral
oleh istrinya yang cantik jelita itu. "Kapan kita bisa melakukan lagi
Pak" kata Santi mengharap ketika kami keluar ruangan meeting itu.
"Gimana kalau minggu depan aku suruh suamimu ke luar kota jadi kita bisa
bebas bersama?""Hihihi.. Ide bagus tuh Pak.. Janji ya" Santi tampak
gembira mendengarnya. Kamipun kembali ke ruangan resepsi. Santi aku
suruh turun terlebih dahulu, baru aku menyusul beberapa menit kemudian.
Sesampai di ruang resepsi tampak Jason sedang mencari aku. "Hey man..
Where have you been? I've been looking for you" "Sorry man.., I had to
go to the restroom. I had stomachache" jawabku. Tak lama Santi datang
bersama Pak Arief suaminya. "Pak Robert, kami mau pamit dahulu.. Ini
Santi nggak enak badan.. Sakit perut katanya" "Oh ya Pak Arief, silakan
saja. Istri bapak cantik harus benar- benar dirawat lho.." Santi tampak
tersenyum mendengar perkataanku itu, sementara wajah Pak Arief
menunjukkan rasa curiga. He.. He.. Kasihan, pikirku. Mungkin dia akan
syok berat bila tahu aku baru saja menyetubuhi istrinya yang cantik itu.
Tak lama aku dan Jason pun pulang. Sebelum pulang aku berpapasan dengan
Lia, sekretarisku. Aku suruh dia untuk mendaftarkan Pak Arief Untk
training ke singapura. Memang baru-baru ini aku mendapat tawaran
training ke Singapore dari salah satu perusahaan. Lebih baik Pak Arief
saja yang pergi, pikirku. Toh memang dia yang mengerjakan pekerjaan itu
di kantor, sedangkan aku hanya akan menolong istrinya yang cantik
mengarungi lautan birahi selama dia pergi nanti. Tak sabar aku menanti
minggu depan datang. Nanti akan aku ceritakan lagi pengalamanku bersama
Santi bila saatnya tiba. Dengan tidak adanya batas waktu karena
terburu-buru, tentu aku akan lebih bisa menikmati dirinya.